Friday, April 23, 2010

The Story Part 53

Ruroya Rai

Nanase sudah pergi. Aku duduk di tempat tidurku sambil memeluk kakiku. Lalu aku memandang keluar jendela. Sekali lagi aku mendesah pelan. Aku mengingat kejadian tadi pagi, ketika Nanase menggendongku layaknya aku ini seorang putri raja, aku akan selalu mengingat kejadian itu. Tapi, kenapa aku seperti berpaling dari seseorang? Tentu saja aku tidak melupakan Riku. Ia adalah cinta pertamaku. Namun, aku belum bertemu dengannya lagi sejak saat itu. Riku... kau ke mana ya? Aku ingin sekali bertemu dengannya.

Aku mengambil ponselku yang aku letakkan di meja sebelah tempat tidurku. Lalu aku memain-mainkan ponselku sebentar. Tiba-tiba aku berpikir untuk meng-sms Nanase. Tapi, apakah Nanase sedang sibuk? Ya, aku tidak akan tau jika aku tidak mencobanya bukan?

To: Sakigawa, Nanase
Hai, Nanase. Apa aku mengganggumu? Aku hanya ingin berbicara denganmu. Maaf ya (:

Setelah aku menekan tombol kirim. Aku meletakkan kembali ponselku. Aku menunggu hinggal 30 menit lamanya dan Nanase belum membalas juga. Apa yang sedang ia lakukan ya? Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Mungkin saja ia sedang sibuk.

Aku beranjak dari tempat tidur dan menuju keluar kamar. Di luar aku bertemu dengan Shoko.
"Shoko!" Sapa ku sambil tersenyum. Shoko balas tersenyum.
"Rai! Hehe... sedang apa di kamar terus? Kau tidak sedang mengurung diri lagi kan?" Tanya Shoko.
"Tentu saja tidak. Hanya saja, hari ini Nanase kembali ke rumahnya. Aku merasa bosan. Ingin pergi jalan-jalan. Kau sedang ada acara?" Shoko mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk jarinya.
"Hmm..." Shoko terus berpikir. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
"Shoko, bukankah kau mau pergi dengan Akita-san?"
"Akita? Tidak..."

TING TONG! Tiba-tiba terdengar bel pintu yang berbunyi. Sepertinya ada yang datang. Ketika aku hendak turun ke bawah, tiba-tiba Saki berteriak.
"Tenang saja, biar aku yang buka!" Aku dan Shoko hanya melihat dari atas siapa yang datang ke tempat ini. Ternyata yang datang adalah... Akita?

"Shoko... itu Akita-san kan?" Tanyaku sambil menunjuk Akita. Shoko hanya menutup mulut dan memasang tampang tidak percaya.
"Kenapa?"

Nanase Sakigawa

Seperti rencana yang sudah kami rencanakan tadi. Aku dan Nonoru pergi ke Shibuya untuk mengintai lagi. Ya, awalnya kami berdua pergi-pergi ke suatu tempat untuk membeli buku manga untuk dibaca nanti. Lalu kami pergi ke kedai kopi yang waktu itu aku kunjungi dan aku duduk di sana bersama dengan Nonoru.

"Apa kau yakin ayah akan kembali ke tempat ini lagi? Aku cukup ragu-ragu dengan hal ini." Tanya Nonoru sambil menyeruput kopi hangatnya. Aku menyentuh bibir gelas dan menatap Nonoru.
"Seharusnya ayah sebentar lagi akan jalan-jalan ke tempat ini. Mudah-mudahan ia tidak berganti-ganti perempuan."  Nonoru memukulku pelan.
"Haha... jadi kau mau bilang bahwa ayah kita berhubungan dengan perempuan yang berbeda-beda?" Aku mengangkat bahu lalu meminum kopi hangatku dengan pelan.
"Mungkin saja..."

Beberapa menit kemudian, ketika aku sedang membenarkan kameraku-yang sebentar lagi akan rusak-tiba-tiba Nonoru berteriak ke arahku.
"Nanase! Di sana! Itu ayah kan?" Aku mengelus-elus dada dan memukul Nonoru pelan.
"Santailah sedikit, Nonoru!" Aku mengambil kameraku dan mulai merekam semua kejadian. Nonoru terus melihatku dengan tatapan aneh.
"Ada apa lagi, Nonoru? Apa ada yang aneh?" Nonoru mengangkat bahu.
"Sepertinya jika hanya merekam seperti ini kurang seru. Seharusnya kita coba menelepon ayah supaya bukti bisa bertambah lagi. Jika perlu kau me-loudspeaker ponselmu."

Sepertinya ide bagus, pikirku. Dengan cepat aku mengambil ponselku yang aku letakkan di meja dan mulai mencari nama ayah di ponselku. Setelah itu aku menekan tombol telepon. Terdengar nada sambung beberapa kali dan tidak diangkat. Aku menatap layar ponselku lalu menelepon sekali lagi. Namun, mataku tetap tertuju pada kamera dan akhirnya aku melihat ayah sedang merogoh-rogoh sakunya, mungkin saja sedang mencari ponselnya dan... ya! Benar! Ayah menjawab panggilan tersebut.
"Nanase? Ada apa?" Aku tersenyum. Ternyata, ayah sedikit bodoh.
"Ayah, sedang ada di mana?" Aku bersikap seperti biasa. Bertanya hal-hal bodoh yang sebenarnya aku sudah tau.
"Ayah? U-umm... bekerja tentu saja! Sudahlah... diam saja kau. Memangnya kau pikir ayah sedang apa? Dasar anak bodoh..." Dan yap! Sambungan diputuskan dan dari arah kamera aku melihat ayah mengajak wanita itu pergi meninggalkan Shibuya. Aku menghela napas dan tersenyum penuh kemenangan.

"Berhasilkah kita?" Tanya Nonoru ketika kami sedang berjalan pulang. Aku menoleh ke arah Nonoru dan mengangguk sambil tersenyum.
"Tentu saja dan sepertinya aku punya rencana yang lain lagi. Maaf saja, tapi aku dengan jujur membenci ayahku. Aku tidak suka bagaimana cara ia memperlakukan kita, Nonoru. Apa kau tidak merasakannya?" Kataku sambil menunduk dan menendang kerikil yang ada di jalanan.
"Ya, aku memang tidak suka dengan sikap ayah yang seperti itu. Namun, aku ingin ayah mengetahui kesalahannya sendiri. Ia mempermainkan keluarganya begitu saja. Umm... Nanase, memangnya kau mau membuat rencana seperti apa?" Aku menghentikan langkahku dan aku langsung mendongakkan kepala.
"Aku akan membuat ibu melihat semua ini bukan hanya dari rekaman ini, tapi aku akan membuat ibu melihat dengan mata kepala ibu sendiri!"



bersambung...

No comments: