Friday, January 29, 2010

The Story Part 5

Ruroya Rai

Hari-hari kujalani seperti biasa. Aku tinggal di kos yang sangat nyaman bersama dengan penghuni-penghuni kos yang lainnya. Aku juga menjalani hari-hariku di Gakurai Academy seperti biasa bersama dengan Riku, pacarku. Hubungan kami berdua pun berjalan dengan baik. Aku merasa hari-hari yang kujalani semakin indah. Mungkin karena Riku berada di sisiku sekarang.

Di kelas keramik, aku membuat keramik dengan serius dan tidak sadar jika aku terus diperhatikan oleh Riku. Entah mengapa, akhir-akhir ini Riku sering memperhatikanku. Biasanya Riku tidak pernah memperhatikanku seperti ini karena Riku pikir aku ini tidak menarik dan sebagainya. Mengingatnya saja bikin aku kesal, tapi hari ini Riku jelas terlihat beda. Karena aku penasaran, aku kembali menatap Riku dan tersenyum.

"Riku, ada apa? Kenapa dari tadi kau melihat ke arah sini? Nanti karyamu hancur loh." Kataku sambil menunjuk karya Riku yang dari tadi hanya disentuh dan tidak diapa-apakan.
"Karyaku? Karyaku hanyalah dirimu, Rai. Hehe..." Riku tersenyum dan kata-katanya pun berhasil membuat wajahku merah padam. Dengan cepat aku menyembunyikan wajahku dengan tidak menatap Riku lagi melainkan melanjutkan pekerjaan membuat keramik.

Setiap hari, kerjaan Riku hanya melihatku di kelas. Sampai akhirnya seseorang menyelamatkanku. Nanase, ya dia lagi. Entah mengapa tiba-tiba ia mendekatiku.

"Hai, Rai! Bisa tolong bantu aku?" Tanya Nanase sambil tersenyum.
"Oh, Nanase. Tentu saja kau bisa membantumu. Ada apa?"
"Bagaimana cara memutar ini dan ini... bla... bla..."

Dan seharian di kelas aku mengajari Nanase cara membuat keramik yang benar. Mungkin saja dia sudah lupa cara membuat keramik.

Ketika pelajaran usai, aku pulang bersama Riku seperti biasa. Tapi hari ini beda, tampaknya Riku seperti sedang ada masalah. Dari tadi Riku diam saja dan aku mulai khawatir. Ada apa dengan Riku?

"Riku, ada apa? Apa kau ada masalah?" Tanyaku dengan hati-hati, takut membuat Riku marah.
"Rai, kau memanggil nama Sakigawa-kun dengan nama kecilnya? Apa kau sudah ingat sesuatu tentangnya?" Riku tidak memandangku, ia hanya melihat ke arah tanah sambil berjalan berdampingan denganku.
"Nama kecilnya? Aku sudah menganggap Nanase sebagai temanku. Lagi pula bukan aku yang mau memanggil dia 'Nanase' tetapi Nanase sendiri yang mau dipanggil dengan nama itu. Walaupun aku mengenal Nanase, tetap saja aku tidak mengingat apa-apa tentangnya. Aku memang harus ke dokter lagi." Kataku sambil memegang kepalaku.

Riku akhirnya menoleh dan menatapku. Ia menghentikan langkahnya dan memutar balik tubuhnya untuk berhadapan denganku. Riku memegang kedua bahuku.

"Kau, mau ke dokter?" Wajah Riku berubah serius dan aku mengangguk dengan pasti meski tidak tau apa tanggapan Riku nanti.
"Jangan. Lebih baik jangan." Jawaban dari Riku pun bukan seperti dugaanku. Aku kira Riku akan mengijinkanku agar aku bisa ke dokter. Tapi yang kudapat adalah larangan dari Riku.
"Kenapa?"
"Aku... aku..."
"Riku, apa kau tidak ingin ingatanku kembali lagi? Apa kau mau membiarkanku merasakan sakit kepala yang parah ini?" Air mataku pun mulai mengalir tanpa aku sadari.
"Kau mau aku terus menderita seperti ini? Ada apa dengan kau Riku? Kau pikir aku dengan begitu mudahnya berpaling darimu jika aku mendapatkan ingatanku kembali? Dasar bodoh! Kau pikir aku ini apa?!" Air mataku berjatuhan dengan deras.

Dengan segera aku berlari meninggalkan Riku dan menghiraukan panggilannya. Hatiku begitu sakit saat Riku melarangku untuk tidak pergi ke dokter dan yang kutau, Riku tidak menginginkan ingatanku kembali seperti semula. Ia egois.

Sesampainya di kos, aku melewati ruang tamu begitu saja sampai membuat Saki terkejut. Tapi aku tidak peduli, aku masih sakit hati dan aku memasuki kamarku serta menghempaskan tubuhku begitu saja ke atas kasur. Aku menangis tersedu-sedu mengingat-ingat kejadian tadi, aku tidak menyangka Riku akan berpikiran seperti itu, tapi aku... aku mencintai Riku.

Nanase Sakigawa

Bisa dibilang hari-hariku tinggal di kos mulai terbiasa dan pergi ke Gakurai Academy pun sudah biasa. Teman-teman sudah banyak yang mengenalku. Tapi akhir-akhir ini aku dekat dengan Hanase Rukia, seorang gadis yang ceria dengan rambut sebahu. Aku kenal dengannya pun tanpa disengaja. Saat aku sedang berada di dekat vending machine.


Saat aku sedang ada di kelas keramik. Yup, membuat keramik memang sesuatu yang aku gemari tapi aku sering melakukan kesalahan dan terkadang aku tidak bisa membetulkannya. Karena itu aku selalu meminta tolong pada Rai.


Hari ini, di pagi hari yang sangat amat cerah, daerah Tokyo ini memang terbilang indah ketika pagi hari. Tapi dari kemarin aku tidak melihat Rai keluar dari kamarnya. Ada apa ya? Untungnya hari ini tidak ada kelas. Karena penasaran aku mencoba untuk mengetuk kamar Rai. Tetapi tidak ada respon. Rai tidak membukakan pintu. Hmm... memang tidak ada yang beres di sini.


"Hei, Nanase!" Aku terkejut dan mundur dengan cepat. Saat aku lihat siapa orang itu, ternyata... Shoko. Aku mengelus-elus dadaku karena terkejut dan Shoko hanya tertawa-tawa geli melihat tingkah ku.

"Sedang apa kau di sini, Nanase? Wah, jangan-jangan kau menguntit orang ya?" Shoko menjahiliku dengan kata-kata anehnya seperti biasa. Aku pun menggeleng dengan cepat.
"Enak saja, memangnya kau pikir aku bisa sampai seperti itu? Tidak mungkin!"
"Bisa saja, wajahmu tidak jauh-jauh dari Yakuza yang sering berkeliaran. Haha!" Shoko tertawa lepas dan hal tersebut membuat pintu yang tadinya mau aku ketuk menjadi terbuka karena aku dorong sedikit.

Dengan cepat Shoko pun berhenti tertawa dan tiba-tiba terdengar isakan dari dalam kamar Rai. Kami berdua menoleh ke arah suara isakan tersebut dan mendapati Rai sedang menangis sendirian di atas tempat tidurnya. Aku terkejut dan segera masuk ke dalam kamar Rai bersama dengan Shoko. Shoko yang terkejutnya tak kalah denganku pun langsung memeluk Rai dengan cepat.

Aku duduk di tepi kasur Rai dan melihat Rai dengan begitu prihatin. Siapa yang tega membuat Rai menangis seperti ini? Jika aku tau, mungkin aku akan membunuhnya. Ya, tidak membunuhnya juga mungkin saja aku akan menghajar orang itu habis-habisan.

"Rai, ada apa? Kenapa tiba-tiba kau jadi seperti ini?" Shoko bertanya pada Rai dengan lembut. Rai pun hanya menggeleng karena ia masih sulit untuk berbicara. Argh! Menyebalkan! Siapa yang tega melakukan hal seburuk ini pada Rai?!

Saat aku hendak pergi ke luar untuk mengambilkan segelas air untuk Rai, ada seseorang yang berkunjung ke tempat kos ini. Dengan cepat aku membuka pintu, saat aku melihat orang itu, ternyata... Riku! Mau apa dia ke sini? Apa jangan-jangan orang ini yang membuat Rai menangis seperti itu? Lihat saja kau, Riku!



bersambung...


Tuesday, January 19, 2010

The Story Part 4

Ruroya Rai

Hari ini benar-benar melelahkan. Gakurai baru saja kedatangan murid baru dan aku merasa di hari yang sama aku sudah mendapatkan masalah dengan murid baru itu. Katanya ia mengenalku, tapi aku sama sekali tidak mengenalnya. Dasar aneh. Saat ini aku sedang bersama Riku, yang sekarang sudah menjadi pacarku. Riku mengantarku pulang ke kosku sekalian Riku juga mau lihat bagaimana tempat kosku terlihat.

"Rai, ini tempat kosmu? Lumayan, setidaknya tidak seperti tempat kos-kos yang lain." Kata Riku sambil tersenyum dan aku hanya mengangguk.
"Riku, aku pulang dulu ya. Terima kasih sudah mengantarku sampai sini." Aku membungkukkan badanku.

Tiba-tiba Riku memegang kedua bahuku lalu memelukku. Jantungku terasa berdetak lebih cepat dari biasanya dan wajahku mulai memanas.

"Sampai ketemu besok, Rai. Sampai jumpa." Riku pun tersenyum lalu pergi meninggalkanku.

Aku masuk ke dalam kos dan bertemu dengan Saki-san, ibu pemilik kos ini. Aku menyapanya terlebih dahulu, barulah aku masuk ke kamarku yang terletak di lantai 2. Sesampainya di lantai 2, aku bertemu dengan Shoko Iwamamura. Seorang wanita muda yang berumur sekitar 25 tahunan yang tinggal di sebelah kamarku.

"Selamat siang, Iwamamura-san!" Sapaku sambil tersenyum.
"Aduh, Rai. Panggil Shoko saja. Iwamamura terlalu panjang."

Shoko Iwamamura, wanita muda yang memiliki tubuh ramping bak model itu memiliki rambut yang berwarna coklat kemerah-merahan. Matanya pun juga indah, memiliki warna biru gelap.

"Umm... Shoko-san, aku masuk dulu ya. Salam kenal." Kataku sambil tersenyum dan disambut dengan anggukan Shoko.

Di dalam kamar, aku langsung menghempaskan diriku di atas kasur dan memikirkan banyak hal. Aku sendiri pun tidak percaya kalau saat ini aku sudah menjadi pacar Riku. Laki-laki yang selama ini aku kagumi diam-diam dan Riku pun tau jika aku memiliki perasaan untuknya. Tapi, di hari yang sama ini, aku bertemu dengan seorang lelaki muda yang cukup tampan, ia anak baru di Gakurai. Walaupun ia anak baru, seharusnya ia baru mengenalku juga, tapi ini beda, Nanase Sakigawa, ia mengenalku saat pertama melihatku.

Aku mengguling-gulingkan tubuhku di atas kasur, mencoba untuk menghilangkan semua pikiran-pikiran bodoh itu.

TOK! TOK! TOK!
Aku beranjak menuju pintu. Saat aku membuka pintu, aku sendiri terkejut. Yang berdiri di sana adalah... Nanase Sakigawa. Murid baru Gakurai Academy yang sudah mengenalku, tapi aku sama sekali tidak mengenalnya.

"Sakigawa-kun? Sedang apa kau di sini?" Tanyaku hati-hati.
"Aku? Aku tinggal di sini, tepat di depanmu."

Di depanku? Jadi, selama ini tidak terlihat karena ia sibuk di Gakurai. Astaga.

"Rai, apa benar kau tidak mengingatku sama sekali?" Nanase lagi-lagi bertanya seperti itu. Aargh! Aku tidak boleh berusaha untuk mengingat-ingat sesuatu, karena di sini tidak ada Riku yang bisa meredakan rasa sakitku.
"Maaf, mungkin kau salah orang, Sakigawa-kun. Namaku memang Ruroya Raishiru atau Ruroya Rai, tapi bisa saja Ruroya Rai yang kau kenal bukan aku. Maaf, Sakigawa-kun." Kataku sambil membungkukkan badanku.
"Rai, panggil aku Nanase tidak perlu Sakigawa. Baiklah, jika menurutmu begitu. Tapi aku tidak salah orang, yang aku cari memang kau, Rai. Aku hanya akan menunggumu sampai kau ingat siapa aku dan mengingat semua memori masa kecilmu dulu."

Memori masa kecilku? Apa mungkin ingatan itu yang hilang selama ini? Aku harus segera ke dokter. Arrgh! Kenapa aku harus mengalami amnesia sebagian? Akan ku kutuk mobil yang sudah membuatku celaka! Tiba-tiba pintu dari kamar yang berada di serong kananku terbuka. Nishimura Takato, pemilik kamar, keluar dari kamarnya.

"Oh, Nanase-kun dan Rai-chan! Baru bertemu ya kalian?" Takato menghampiri kami berdua dengan senyuman yang sangat lebar. Takato adalah pria muda yang umurnya hampir sama dengan Shoko. Laki-laki ini memiliki tubuh yang besar dan tinggi. Memiliki rambut yang agak gondrong yang tidak pernah dirapikan dan matanya pun berwarna hijau.

"Takato-san, iya aku baru bertemu dengannya hari ini di Gakurai." Kata Nanase sambil tersenyum. Dari raut wajah Nanase, aku lihat bahwa Nanase masih begitu sedih karena aku tidak mengingatnya.
"Haha... oh ya, nanti malam kan ada makan bersama, kita makan bersama yuk, ajak Shoko juga ya."

Setelah itu Takato turun ke lantai bawah. Di saat ini juga, kehidupan kos ku berawal dari sini. Aku tinggal bersama Nanase Sakigawa, yang ternyata teman sekelasku lalu bersama Shoko Iwamamura dan Nishimura Takato yang dua-duanya seperti kakak-kakakku saja. Aku harap aku dapat betah tinggal di kos ini.

Nanase Sakigawa

Setelah berkenalan dengan gadis yang bernama Rukia itu, hatiku sedikit terobati. Entah mengapa setiap melihat gadis itu tersenyum, aku merasa mendapatkan energi baru di tubuhku.

Aku berjalan sendirian menuju tempat kos. Tiba-tiba aku melihat seorang pasangan yang berdiri di depan rumah kos yang kutinggali itu. Pasangan itu adalah... ada Rai dan... Riku?

Dari yang ku lihat, Riku memeluk Rai dengan lembut seakan Rai itu hanya milik Riku saja. Mungkin memang mereka sudah jadian. Ya sudahlah, Rai juga tidak ingat padaku. Memang mengecewakan, tapi aku juga tdiak bisa memaksa Rai untuk terus mengingat-ingat tentang aku. Apalagi saat aku mendengar bahwa Rai pernah mengalami kecelakaan yang mengambil sebagian dari ingatannya. Aku menghela napas.

Saat Riku sudah pergi dari tempat itu, barulah aku melanjutkan perjalananku lagi dan sampailah aku di kamarku sendiri.

"Sakigawa-kun!" Teriak seorang ibu-ibu di depan kamarku. Cepat-cepat aku membukakakan pintu.
"Ada apa, Saki-san?" Tanyaku bingung.
"Seorang gadis yang tinggal di depanmu, aku lupa namanya. Kemarin ia mencarimu, katanya mau kenalan dengan semua penghuni kos. Lebih baik kau bertemu dengannya terlebih dahulu." Kata Saki sambil tersenyum dan disambut dengan anggukkanku.

Aku meninggalkan semua kegiatanku di kamar dan berjalan menuju kamar yang ada di depan kamarku. Saat aku mengetuk pintu kamar tersebut, seorang gadis yang membuka pintu tersebut. Rai? Sedang apa gadis ini ada di sini? Saat aku hendak bertanya seperti itu, Rai bertanya duluan padaku.

Aku menjelaskan pada Rai bahwa aku tinggal di tempat kos ini. Untungnya atmosferku dengan Rai masih baik-baik saja.

Malam harinya, aku makan bersama dengan Rai, Shoko (gadis yang tinggal di serong kiri kamarku), Takato (laki-laki yang tinggal di sebelah kamarku), serta Saki. Aku senang dapat kembali merasakan bagaimana rasanya makan bersama-sama di dalam satu rumah. Waktu aku masih tinggal di rumahku sendiri, orang tuaku tidak ada yang peduli satu sama lain. Bahkan makan malam saja sampai berpisah-pisah, hanya aku yang duduk di meja makan sendirian. Kakakku makan di kamar dengan enaknya sambil bermain game dan membaca komik, sedangkan ibu hanya makan di ruang tamu sambil nonton televisi. Ayah? Ia selalu pulang malam dan tidak pernah ada yang menyambut kepulangannya.

Pernah di suatu malam saat ayahku pulang, aku menunggu ayahku di meja makan. Berniat menemaninya makan nanti. Tapi usahaku itu tidak disambut dengan baik oleh ayahku. Aku malah didamprat habis-habisan oleh ayahku. Katanya aku harus tidur cepat karena besok masih sekolah, atau nanti aku sakit dan sebagainya. Maka dari itu aku tidak betah terus-terusan tinggal di rumah itu.

Sekarang aku sudah pindah ke kos yang sederhana ini. Aku harap aku bisa merasa betah dan bisa merasakan kekeluargaan di sini. Sampai akhirnya aku siap untuk kembali ke kehidupanku yang biasa, ya kembali ke rumahku dan keluargaku.


bersambung....

Monday, January 18, 2010

The Story Part 3

Ruroya Rai

Ada apa dengan laki-laki itu? Ia mengenalku, tapi aku tidak mengenalnya sama sekali. Apa mungkin aku pernah mengenalnya? Aargh! Tidak mungkin. Mungkin saja laki-laki bodoh itu salah orang. Tapi, entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang hilang. Aneh...

"Rai, kau tidak apa-apa?" Riku datang menghampiriku saat aku berjalan sendirian di koridor. Saat ini cukup Riku saja yang menemaniku, aku tidak membutuhkan orang lain lagi selain dia.
"Riku? Iya, aku tidak apa-apa. Aku rasa laki-laki itu memang salah orang. Tapi, kenapa perasaanku bisa kacau begini? Ada apa denganku?" Aku pun merasa risih dan menjambak-jambak rambutku sendiri. Aku berusaha untuk mengingat, mungkin saja aku mengenalnya tapi hal tersebut hanya membuat kepalaku sakit.

Aku merintih kesakitan karena aku berusaha untuk mengingat sesuatu. Aku memegang kepalaku dan bersenderan pada salah satu tembok di koridor itu. Riku pun masih berada di sisiku.

"Aargh!" Rintih ku sambil memegang kepalaku.
"Rai, sudahlah, jangan dipaksakan. Jika kau terus memaksa, hal tersebut hanya akan membuat sakit di kepalamu semakin parah. Ayolah, Rai!" Riku mencoba untuk menghentikanku dari usaha mengingat-ingat ini. Tapi aku penasaran dan aku terus-menerus memaksakan diri untuk mengingat.
"Aku... aku penasaran, Riku! Walaupun ini akan menyakitkan, tapi aku ingin ingatanku kembali lagi!" Aku terus memegang kepalaku yang semakin sakit.

Tiba-tiba saja, Riku menarik tanganku dari kepalaku dan menempelkannya ke tembok. Wajah kami begitu dekat dan jantungku pun berdetak dengan cepat.

"Rai! Tatap mataku! Tatap mataku!!" Riku berteriak tepat di wajahku dan aku tidak bisa menolaknya selain menatap ke arah matanya. Setiap aku melihat ke arah mata Riku, sakit di kepalaku pun menghilang.
"Riku, ke-kenapa?" Aku terus-menerus menatap mata Riku.
"Rai, dengarkan aku. Aku... aku merasa, hanya akulah yang dapat melindungimu. Tapi kenapa kau terus berusaha untuk mengingat tentang laki-laki tadi itu?"
"Aku... memangnya apa hubungannya denganmu, Riku? Haha... dasar bodoh!" Aku tertawa lepas saat melihat wajah Riku yang mulai aneh.

Riku menghela napas dan kembali menatapku dengan tatapan serius. Ada apa ini? Ini tidak seperti Riku yang biasanya. Dasar aneh.

"Aku tidak bercanda, Rai. Aku... aku suka padamu. Jadi, aku mohon jadilah pacarku!"

Riku tidak bercanda, aku tau itu. Ternyata, perasaan yang selama ini aku rasakan adalah... apakah ini yang dinamakan cinta? Setiap berada di dekat Riku, aku memang sering deg-degan. Hanya Riku yang selalu membuat wajahku memanas. Tanpa disadari, aku memang menyukai Riku.

"Riku? Apa kau yakin? Aku sendiri pun tidak yakin dengan perasaanku ini dan aku juga tidak menyadari perasaanku. Maaf, Riku. Tapi setelah dipikir-pikir, aku memang menyukaimu." Kataku sambil terus menunduk, tidak berani menatap wajah Riku.
"Aku yakin, Rai. Aku yakin dengan perasaanku sendiri. Walaupun kau tidak menyadari perasaanmu sendiri, aku tetap menerimamu apa adanya. Hanya kau, gadis pertama yang memasuki hidupku." Wajahku mulai memanas karena mendengarkan kata-kata Riku yang begitu indah. Aku tidak menyangka, selama ini sahabatku sendiri sangat sayang padaku. Maafkan aku, Riku. Aku berjanji tidak akan melukaimu lagi.

Nanase Sakigawa

Aku berjalan menyusuri koridor Gakurai sendirian. Aku tak menyangka, setelah aku mencarinya selama ini, yang kudapat hanya... gadis itu tidak ingat lagi padaku. Menyakitkan.

Aku menemukan sebuah vending machine dan aku memasukkan beberapa uang ke dalam lubang yang sudah disediakan. Aku menekan beberapa tombol lalu mesin itu mengeluarkan sebuah minuman kaleng. Aku membuka kaleng tersebut dan meminum minumannya sampai habis. Setelah itu aku menyeka mulutku dengan tanganku.

"Hei, murid baru ya?" Tiba-tiba seorang gadis mendekatiku dan menyapaku. Hari pertamaku, aku disapa oleh seorang gadis yang menurutku lumayan. Memiliki tubuh ramping dan rambut sebahu hitam kecoklat-coklatan dan memiliki warna mata coklat yang indah. Aku menoleh ke arah gadis itu dan tersenyum.

"Iya, aku baru pindah hari ini." Kataku malas-malas. Sebenarnya aku senang disapa orang lain, tapi saat ini aku masih sedang dalam suasana hati yang sangat... arrgh!
"Hehe... salam kenal, namaku Hanase Rukia. Kau?"
"Nanase Sakigawa, salam kenal, Hanase-chan." Kataku sambil membungkukkan badan.
"Oh ya, panggil saja Rukia. Tidak perlu Hanase, tidak enak didengar. Hehe..."

Benar-benar gadis yang ceria. Aku tertarik padanya. Sepertinya gadis ini memiliki semangat yang sangat tinggi dan ia juga pintar dalam berteman. Aku harap, Rukia bisa menjadi temanku yang baik.

"Baiklah, Rukia-chan. Aku harap kita dapat berteman dengan baik." Aku menyunggingkan senyuman ke Rukia dan dengan cepat Rukia mengangguk dengan semangat.

Mungkin untuk sementara ini, aku akan melupakannya terlebih dahulu. Sampai ia dapat mengingat diriku lagi. Aku harap, kau mengingatku Rai karena aku merindukanmu.


bersambung...

Sunday, January 17, 2010

The Story Part 2

Ruroya Rai

Akhirnya aku menemukan tempat kos yang cukup nyaman untuk ditempati. Tempatnya pun dekat dengan Gakurai Academy jadi, aku tidak perlu repot lagi untuk ke Gakurai. Aku bisa tidur dengan tenang dan jika aku terlambat, aku bisa segera lari karena tempat kos ini ada di samping Gakurai Academy.

Aku meletakkan semua barang-barang bawaanku di kamar baruku. Aku menghirup udara di sekitar kamarku ini dan... segar! Udaranya sangat segar, tidak seperti di rumahku sendiri. Rumahku sekarang ditempati oleh adikku tercinta Ruroya Michiru. Untungnya kos ini sangat unik, meskipun ruangannya kecil, tapi aku sudah merasa nyaman di tempat ini.

Karena baru di tempat ini, aku mau cepat-cepat berkenalan dengan orang-orang yang tinggal di tempat ini. Ternyata yang tinggal di kamar sebelahku adalah Shoko Iwamamura dan yang tinggal di serong kanan kamarku adalah Nishimura Takato. Aku tidak tau siapa yang tinggal tepat di depan kamarku, karena orang itu sedang tidak ada di kamarnya. Mungkin saja sedang pergi keluar.

Esok harinya, aku masih belum bertemu dengan pemilik kamar yang ada di depan kamarku. Kata Saki-san, ibu pemilik kos, kemarina orang itu pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Mencurigakan, mungkin saja nanti setelah pulang dari Gakurai aku bisa bertemu dengannya. Aku penasaran sekali dengan orang itu.

Setiap hari, Gakurai Academy selalu ramai. Ramai karena murid-murid yang mondar-mandir dari satu ruangan ke ruangan lain. Karena aku murid paling santai, aku hanya berjalan ke ruang keramik. Di ruangan inilah aku selalu membuat keramik-keramik indah dan selalu mendapat nilai plus-plus *tawa menggelegar*.

Beberapa menit kemudian, banyak murid-murid yang masuk ke dalam ruangan yang sedang aku tempati ini. Sebenarnya ruangan ini juga kelasku. Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda dari kelasku. Hari ini kelas sangat ribut sekali dan aku tidak tau apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba Riku mendekatiku.

"Rai, kau tau ternyata ada murid baru masuk ke Gakurai!" Entah sejak kapan Riku begitu tertarik dengan murid baru. Walaupun aku tidak tertarik dengan anak baru itu, tapi aku penasaran juga.
"Memangnya murid itu dari mana?" Tanyaku tanpa pikir panjang.
"Aku dengar, murid itu berasal dari keluarga yang terhormat dan keluarga yang kaya raya. Tapi, kenapa anak itu masuk ke Gakurai ya?"
"Keputusan orang berbeda-beda, teman!" kataku sambil terus menginjak-injak pedal agar piringannya berputar.

Tiba-tiba guru pun masuk dan menenangkan murid-murid di kelas. Aku pun menghentikan pekerjaanku membuat keramik dan memperhatikan ke depan.

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Silakan memperkenalkan diri!" Murid baru itu masuk ke kelas dan aku seperti pernah melihat wajahnya. Tapi aku tidak ingat di mana aku pernah melihatnya. Murid baru itu adalah laki-laki bertubuh tinggi dan wajahnya... lumayan. Rambutnya hitam pekat dan matanya, sepertinya ia memiliki mata berwarna hitam pekat juga.
"Perkenalkan namaku Nanase Sakigawa. Mungkin kalian banyak yang menyangka aku berasal dari keluarga terhormat tapi aku tidak betah tinggal di rumahku sendiri dan di sekolahku sendiri. Karena itu aku memutuskan untuk pindah ke Gakurai Academy dan mengambil seni di sini. Mohon bantuannya. Arigato."

Menarik juga. Tapi setelah aku mendengar namanya adalah Nanase Sakigawa, aku rasa aku pernah mendengar nama itu dan wajahnya pun tidak asing lagi. Namun, aku tetap tidak bisa mengingat siapa dia. Aduh, otak ku ini sedang bermasalah atau bagaimana sih? Semenjak kecelakaan yang pernah aku alami, aku mengalami amnesia sebagian dan ya seperti ini lah susahnya jika terkena amnesia.

Nanase Sakigawa

Hari pertamaku masuk ke Gakurai Academy. Aku masuk di kelas keramik, aku masuk ke kelas ini karena aku memang senang membuat keramik. Waktu aku kecil, aku sering membuat keramik dengan seorang gadis yang dulu sangat dekat denganku. Tapi tiba-tiba saja gadis itu menghilang dari kehidupanku dan sekarang pun aku terus mencarinya. Tanpa disadari ternyata gadis yang dulu ku kenal itu ada di Gakurai Academy dan satu kelas denganku! Aku sendiri pun tidak percaya. Gadis bertubuh ramping, memiliki rambut panjang yang selalu tergerai berwarna hitam pekat dan bermata coklat kehitam-hitaman. Ya, benar, gadis itulah yang selama ini aku cari-cari. Aku mendekati gadis itu perlahan-lahan dan tidak peduli dengan tatapan gadis-gadis lain yang ada di kelasku.

Gadis itu menyadari kehadiranku dan mendongakkan kepalanya serta menghentikan pekerjaannya membuat keramik. Tidak salah lagi, memang gadis ini yang kucari.

"Rai?" Dengan berhati-hati aku memanggil namanya. Ruroya Raishiru atau Ruroya Rai adalah temanku waktu kecil. Kami begitu dekat sampai-sampai tidak bisa dipisahkan. Namun, tiba-tiba Rai menghilang begitu saja dari kehidupanku.
"Ya? Namaku memang Rai. Salam kenal, aku Ruroya Raishiru tapi lebih baik nama panjangnya Ruroya Rai." Gadis itu menjelaskan semuanya seperti ia tidak mengenalku. Aku sendiri bingung, aku menyipitkan mataku dan bertanya lagi.
"Kau tidak ingat padaku, Rai? Ini aku, Nanase Sakigawa temanmu waktu kecil."

Jawaban apa yang diberikan Rai? Ia hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum manis ke arahku. Aku merasakan 1000 jarum menusuk-nusuk ke dalam hatiku.

"Maaf, aku tidak tau. Salam kenal Sakigawa-kun. Mungkin kau salah orang."
"Tidak, aku tidak mungkin salah orang. Kau... kau menyukai keramik dan waktu kecil kita sering membuat keramik bersama!" Ya, sekarang aku seperti orang aneh yang baru saja menemukan sesuatu yang hilang. Mata semua orang tertuju padaku dan Rai. Rai menatapku dengan bingung, tiba-tiba ia beranjak dari tempat duduknya hendak mau pergi. Dengan sigap aku menarik lengannya.

"Tunggu, Rai!" Tiba-tiba gadis itu menepis tanganku dan berbalik ke arahku.
"Cukup! Aku tidak tau siapa kau dan hari ini juga aku baru mengenalmu, Sakigawa-san! Mungkin kau salah orang dan maaf, jangan ganggu aku lagi." Rai membentakku dan pergi keluar kelas. Saat aku hendak mengejarnya, teman Rai menghadangku.
"Sakigawa-kun, sudahlah. Jangan ganggu Rai. Beberapa bulan yang lalu ia baru saja mengalami kecelakaan yang membuatnya terkena amnesia sebagian. Oh ya, namaku Rikugan Sakurai, aku teman Rai di sini."

Tidak dipercaya, gadis itu... ia... mengalami amnesia sebagian? Apa karena itu ia melupakan diriku? Tidak mungkin! Kenapa semua ini harus terjadi?


bersambung...
 

Saturday, January 16, 2010

The Story Part 1

The Beginning

Ia termenung sendirian sambil melihat kertas yang sedari tadi ia pegang. Tak lama kemudian air mata layaknya berlian itu berjatuhan ke kertas tersebut. Cepat-cepat ia membersihkan air mata yang ada di kertas itu dengan tangannya. Tanpa ia sadari, ia tak menyangka dapat bertemu dengannya di saat seperti ini. Di saat kehidupannya mulai berwarna, di saat kehidupannya mulai dipenuhi orang-orang yang dicintainya. Namun, entah mengapa sejak ia muncul kembali ia merasa ada yang hilang...

Ruroya Rai

AAAAAAAAAAA!! Tidak! Terlambat lagi! Seperti biasa aku selalu terlambat untuk pergi ke kuliah. Benar-benar sial. Oh ya, namaku Ruroya Rai. Sebenarnya nama asliku adalaha Ruroya Raishiru, karena Raishiru terlalu panjang, aku hanya menggunakan Rai saja. Lagi pula aku suka nama Rai. Aku kuliah di Gakurai Academy, aku mengambil jurusan seni di bagian keramik. Aku senang membuat keramik.

Lebih baik aku segera pergi ke Gakurai dari pada aku bercerita terlebih dahulu. Dengan cepat dan terburu-buru aku berjalan menuju Gakurai Academy yang hanya beberapa meter dari rumahku. Selama perjalanan aku hanya berpikir, alasan apa yang akan aku gunakan untuk membohongi guruku agar aku bisa masuk ke kelas. Namun, tiba-tiba saja ada seseorang yang memukulku dengan tasnya. Saat aku menoleh, ternyata teman sekelasku, Rikugan Sakurai.

"Riku? Kau terlambat juga?" Untuk informasi, Riku adalaha laki-laki. Aku menatap Riku dari atas sampai bawah, pakaiannya sudah berantakan dan basah. Pasti Riku berlari-lari untuk sampai ke sini.
"Menurutmu saja, bagaimana?" Riku balik bertanya kepadaku
"Ya, kau terlambat dan kau begitu kotor. Bagaimana kau akan menjelaskan kepada pak guru nanti?"
"Haha... kau seperti tidak kenal padaku saja. Aku bisa membuat alasan yang indah dan masuk akal serta dapat dipercaya oleh siapa pun." Kata Riku sambil tersenyum. Memikirkannya saja aku sudah menggeleng-gelengkan kepala.

Aku dan Riku memang biangnya terlambat. Aku terlambat bukan karena aku malas masuk seperti Riku, melainkan aku selalu bangun kesiangan karena aku tinggal sendirian dan tidak ada yang membangunkanku. Waktu itu aku berniat untuk mencari kos agar aku tidak tinggal sendirian lagi dan hari ini aku akan berburu mencari tempat kos yang enak untuk ditempati.

Untungnya, aku selamat dari amarah pak guru dan Riku lah yang terkena getahnya. Lebih baik jujur daripada membuat alasan yang tidak-tidak ya kan? Aku membuat keramik-keramik indah dengan serius. Melihat bentuk-bentuknya dengan jelas dan mengukirnya ketika sudah jadi. Hasilnya, aku mendapatkan nilai plus-plus. Haaa... bangganya (mata berbinar-binar). PLAK!

"Hei Rai! Jangan sombong terlebih dahulu, lihat ini aku membuat keramik yang begitu indah sehingga aku mendapatkan nilai plus-plus-plus! Gyahaha!" Ternyata Riku yang memukulku dan dengan sombongnya menunjukkan nilainya yang plus tiga-aku sendiri bingung kenapa ada nilai plus tiga-sambil memberikan efek suara tertawa jahat.
"Plus tiga? Aku baru tau ada nilai segitu. Aku kira hanya ada dua plus saja." Kataku sambil membuat keramik lagi dengan santainya. Sepertinya Riku semakin jengkel ya, tentu saja aku selalu membuat Riku jengkel karena hampir setiap hari kami selalu berlomba-lomba memenangkan sesuatu. Namun, karena hal tersebut aku dan Riku jadi berteman baik.

Pelajaran pun selesai, saatnya untuk pulang dan mencari tempat kos. Ya, itu jadwalku hari ini. Saatnya beraksi! Aku harap aku mendapatkan yang bagus.

Nanase Sakigawa

"Ibu tidak peduli! Pokoknya kau harus tetap tinggal di rumah ini. Kau tidak boleh pindah, jika kau berani-beraninya pindah dari rumah ini menuju tempat kos yang menjijikan itu, ibu tidak akan pernah memaafkan tindakanmu itu. Kau pikir untuk apa ibu memasukkan kau ke sekolah yang begitu bagus? Itu untuk masa depanmu, Nanase!" Lagi-lagi ibuku memarahiku seperti biasa. Aku memang tidak terbiasa tinggal di rumah semewah ini dan aku juga tidak tahan masuk sekolah untuk anak-anak yang... ya seperti itu. Aku mau pindah dari rumah ini dan pindah dari sekolah bodoh itu. Aku pergi meninggalkan ibuku dan masuk ke kamar. Walaupun ibuku terus memanggil-manggilku, aku tidak peduli dengan semua teriakannya. Namaku Nanase Sakigawa, sebenarnya aku senang dengan seni. Tapi karena aku masuk sekolah bodoh tadi, aku masuk ke jurusan kedokteran dan sekarang aku berniat untuk pindah ke Gakurai Academy. Tempat itulah yang aku incar sebelum aku lulus dari SMA. Untuk masalah rumah, aku mau mencari kos yang ada di dekat Gakurai Academy.

Malam harinya, aku diam-diam keluar dari rumah membawa semua barang-barang yang diperlukan dan beberapa uang yang aku simpan untuk keperluan mendadak. Aku menyusuri jalanan ditengah kegelapan. Aku melewati Gakurai Academy dan tiba-tiba saja aku tertarik dengan sebuah rumah yang lumayan besar yang ada di samping Gakurai Academy. Lebih beruntungnya lagi, rumah itu masih menyala berarti orang-orang yang ada di sana belum terkapar di tempat tidur dan menuju alam mimpi. Cepat-cepat aku pergi ke rumah itu.

Aku mengetuk pintunya perlahan dan mendapati seseorang membukakan pintu. Mungkin orang ini adalah penjaga kosnya. Aku tersenyum dan membungkuk memberi salam.

"Maaf mengganggu malam-malam. Aku Nanase Sakigawa sedang mencari tempat kos. Apa di sini masih ada tempat?" Tanyaku dengan sopan. Orang itu yang ternyata seorang wanita berumur 50an tersenyum kepadaku.
"Tentu saja ada, Sakigawa-san. Silakan masuk."

Aku melangkahkan kakiku ke dalam rumah tersebut dan mengikuti wanita tersebut. Ia menunjukkan kamarku. Nama wanita itu adalah Nishiwa Saki. Setelah aku memasuki kamar baruku yang tidak terlalu besar ini, namun aku tau aku akan merasa nyaman, aku meletakkan semua barang-barangku. Besok aku harus mendaftarkan diriku ke Gakurai Academy dan meminta surat untuk keluar dari sekolah bodoh itu. Ternyata tugasku memang masih banyak. Seandainya saja gadis itu masih ada di sini bersamaku, mungkin aku tidak akan semenderita ini.



bersambung...