Ruroya Rai
Ada apa dengan laki-laki itu? Ia mengenalku, tapi aku tidak mengenalnya sama sekali. Apa mungkin aku pernah mengenalnya? Aargh! Tidak mungkin. Mungkin saja laki-laki bodoh itu salah orang. Tapi, entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang hilang. Aneh...
"Rai, kau tidak apa-apa?" Riku datang menghampiriku saat aku berjalan sendirian di koridor. Saat ini cukup Riku saja yang menemaniku, aku tidak membutuhkan orang lain lagi selain dia.
"Riku? Iya, aku tidak apa-apa. Aku rasa laki-laki itu memang salah orang. Tapi, kenapa perasaanku bisa kacau begini? Ada apa denganku?" Aku pun merasa risih dan menjambak-jambak rambutku sendiri. Aku berusaha untuk mengingat, mungkin saja aku mengenalnya tapi hal tersebut hanya membuat kepalaku sakit.
Aku merintih kesakitan karena aku berusaha untuk mengingat sesuatu. Aku memegang kepalaku dan bersenderan pada salah satu tembok di koridor itu. Riku pun masih berada di sisiku.
"Aargh!" Rintih ku sambil memegang kepalaku.
"Rai, sudahlah, jangan dipaksakan. Jika kau terus memaksa, hal tersebut hanya akan membuat sakit di kepalamu semakin parah. Ayolah, Rai!" Riku mencoba untuk menghentikanku dari usaha mengingat-ingat ini. Tapi aku penasaran dan aku terus-menerus memaksakan diri untuk mengingat.
"Aku... aku penasaran, Riku! Walaupun ini akan menyakitkan, tapi aku ingin ingatanku kembali lagi!" Aku terus memegang kepalaku yang semakin sakit.
Tiba-tiba saja, Riku menarik tanganku dari kepalaku dan menempelkannya ke tembok. Wajah kami begitu dekat dan jantungku pun berdetak dengan cepat.
"Rai! Tatap mataku! Tatap mataku!!" Riku berteriak tepat di wajahku dan aku tidak bisa menolaknya selain menatap ke arah matanya. Setiap aku melihat ke arah mata Riku, sakit di kepalaku pun menghilang.
"Riku, ke-kenapa?" Aku terus-menerus menatap mata Riku.
"Rai, dengarkan aku. Aku... aku merasa, hanya akulah yang dapat melindungimu. Tapi kenapa kau terus berusaha untuk mengingat tentang laki-laki tadi itu?"
"Aku... memangnya apa hubungannya denganmu, Riku? Haha... dasar bodoh!" Aku tertawa lepas saat melihat wajah Riku yang mulai aneh.
Riku menghela napas dan kembali menatapku dengan tatapan serius. Ada apa ini? Ini tidak seperti Riku yang biasanya. Dasar aneh.
"Aku tidak bercanda, Rai. Aku... aku suka padamu. Jadi, aku mohon jadilah pacarku!"
Riku tidak bercanda, aku tau itu. Ternyata, perasaan yang selama ini aku rasakan adalah... apakah ini yang dinamakan cinta? Setiap berada di dekat Riku, aku memang sering deg-degan. Hanya Riku yang selalu membuat wajahku memanas. Tanpa disadari, aku memang menyukai Riku.
"Riku? Apa kau yakin? Aku sendiri pun tidak yakin dengan perasaanku ini dan aku juga tidak menyadari perasaanku. Maaf, Riku. Tapi setelah dipikir-pikir, aku memang menyukaimu." Kataku sambil terus menunduk, tidak berani menatap wajah Riku.
"Aku yakin, Rai. Aku yakin dengan perasaanku sendiri. Walaupun kau tidak menyadari perasaanmu sendiri, aku tetap menerimamu apa adanya. Hanya kau, gadis pertama yang memasuki hidupku." Wajahku mulai memanas karena mendengarkan kata-kata Riku yang begitu indah. Aku tidak menyangka, selama ini sahabatku sendiri sangat sayang padaku. Maafkan aku, Riku. Aku berjanji tidak akan melukaimu lagi.
Nanase Sakigawa
Aku berjalan menyusuri koridor Gakurai sendirian. Aku tak menyangka, setelah aku mencarinya selama ini, yang kudapat hanya... gadis itu tidak ingat lagi padaku. Menyakitkan.
Aku menemukan sebuah vending machine dan aku memasukkan beberapa uang ke dalam lubang yang sudah disediakan. Aku menekan beberapa tombol lalu mesin itu mengeluarkan sebuah minuman kaleng. Aku membuka kaleng tersebut dan meminum minumannya sampai habis. Setelah itu aku menyeka mulutku dengan tanganku.
"Hei, murid baru ya?" Tiba-tiba seorang gadis mendekatiku dan menyapaku. Hari pertamaku, aku disapa oleh seorang gadis yang menurutku lumayan. Memiliki tubuh ramping dan rambut sebahu hitam kecoklat-coklatan dan memiliki warna mata coklat yang indah. Aku menoleh ke arah gadis itu dan tersenyum.
"Iya, aku baru pindah hari ini." Kataku malas-malas. Sebenarnya aku senang disapa orang lain, tapi saat ini aku masih sedang dalam suasana hati yang sangat... arrgh!
"Hehe... salam kenal, namaku Hanase Rukia. Kau?"
"Nanase Sakigawa, salam kenal, Hanase-chan." Kataku sambil membungkukkan badan.
"Oh ya, panggil saja Rukia. Tidak perlu Hanase, tidak enak didengar. Hehe..."
Benar-benar gadis yang ceria. Aku tertarik padanya. Sepertinya gadis ini memiliki semangat yang sangat tinggi dan ia juga pintar dalam berteman. Aku harap, Rukia bisa menjadi temanku yang baik.
"Baiklah, Rukia-chan. Aku harap kita dapat berteman dengan baik." Aku menyunggingkan senyuman ke Rukia dan dengan cepat Rukia mengangguk dengan semangat.
Mungkin untuk sementara ini, aku akan melupakannya terlebih dahulu. Sampai ia dapat mengingat diriku lagi. Aku harap, kau mengingatku Rai karena aku merindukanmu.
bersambung...
No comments:
Post a Comment