Friday, January 29, 2010

The Story Part 5

Ruroya Rai

Hari-hari kujalani seperti biasa. Aku tinggal di kos yang sangat nyaman bersama dengan penghuni-penghuni kos yang lainnya. Aku juga menjalani hari-hariku di Gakurai Academy seperti biasa bersama dengan Riku, pacarku. Hubungan kami berdua pun berjalan dengan baik. Aku merasa hari-hari yang kujalani semakin indah. Mungkin karena Riku berada di sisiku sekarang.

Di kelas keramik, aku membuat keramik dengan serius dan tidak sadar jika aku terus diperhatikan oleh Riku. Entah mengapa, akhir-akhir ini Riku sering memperhatikanku. Biasanya Riku tidak pernah memperhatikanku seperti ini karena Riku pikir aku ini tidak menarik dan sebagainya. Mengingatnya saja bikin aku kesal, tapi hari ini Riku jelas terlihat beda. Karena aku penasaran, aku kembali menatap Riku dan tersenyum.

"Riku, ada apa? Kenapa dari tadi kau melihat ke arah sini? Nanti karyamu hancur loh." Kataku sambil menunjuk karya Riku yang dari tadi hanya disentuh dan tidak diapa-apakan.
"Karyaku? Karyaku hanyalah dirimu, Rai. Hehe..." Riku tersenyum dan kata-katanya pun berhasil membuat wajahku merah padam. Dengan cepat aku menyembunyikan wajahku dengan tidak menatap Riku lagi melainkan melanjutkan pekerjaan membuat keramik.

Setiap hari, kerjaan Riku hanya melihatku di kelas. Sampai akhirnya seseorang menyelamatkanku. Nanase, ya dia lagi. Entah mengapa tiba-tiba ia mendekatiku.

"Hai, Rai! Bisa tolong bantu aku?" Tanya Nanase sambil tersenyum.
"Oh, Nanase. Tentu saja kau bisa membantumu. Ada apa?"
"Bagaimana cara memutar ini dan ini... bla... bla..."

Dan seharian di kelas aku mengajari Nanase cara membuat keramik yang benar. Mungkin saja dia sudah lupa cara membuat keramik.

Ketika pelajaran usai, aku pulang bersama Riku seperti biasa. Tapi hari ini beda, tampaknya Riku seperti sedang ada masalah. Dari tadi Riku diam saja dan aku mulai khawatir. Ada apa dengan Riku?

"Riku, ada apa? Apa kau ada masalah?" Tanyaku dengan hati-hati, takut membuat Riku marah.
"Rai, kau memanggil nama Sakigawa-kun dengan nama kecilnya? Apa kau sudah ingat sesuatu tentangnya?" Riku tidak memandangku, ia hanya melihat ke arah tanah sambil berjalan berdampingan denganku.
"Nama kecilnya? Aku sudah menganggap Nanase sebagai temanku. Lagi pula bukan aku yang mau memanggil dia 'Nanase' tetapi Nanase sendiri yang mau dipanggil dengan nama itu. Walaupun aku mengenal Nanase, tetap saja aku tidak mengingat apa-apa tentangnya. Aku memang harus ke dokter lagi." Kataku sambil memegang kepalaku.

Riku akhirnya menoleh dan menatapku. Ia menghentikan langkahnya dan memutar balik tubuhnya untuk berhadapan denganku. Riku memegang kedua bahuku.

"Kau, mau ke dokter?" Wajah Riku berubah serius dan aku mengangguk dengan pasti meski tidak tau apa tanggapan Riku nanti.
"Jangan. Lebih baik jangan." Jawaban dari Riku pun bukan seperti dugaanku. Aku kira Riku akan mengijinkanku agar aku bisa ke dokter. Tapi yang kudapat adalah larangan dari Riku.
"Kenapa?"
"Aku... aku..."
"Riku, apa kau tidak ingin ingatanku kembali lagi? Apa kau mau membiarkanku merasakan sakit kepala yang parah ini?" Air mataku pun mulai mengalir tanpa aku sadari.
"Kau mau aku terus menderita seperti ini? Ada apa dengan kau Riku? Kau pikir aku dengan begitu mudahnya berpaling darimu jika aku mendapatkan ingatanku kembali? Dasar bodoh! Kau pikir aku ini apa?!" Air mataku berjatuhan dengan deras.

Dengan segera aku berlari meninggalkan Riku dan menghiraukan panggilannya. Hatiku begitu sakit saat Riku melarangku untuk tidak pergi ke dokter dan yang kutau, Riku tidak menginginkan ingatanku kembali seperti semula. Ia egois.

Sesampainya di kos, aku melewati ruang tamu begitu saja sampai membuat Saki terkejut. Tapi aku tidak peduli, aku masih sakit hati dan aku memasuki kamarku serta menghempaskan tubuhku begitu saja ke atas kasur. Aku menangis tersedu-sedu mengingat-ingat kejadian tadi, aku tidak menyangka Riku akan berpikiran seperti itu, tapi aku... aku mencintai Riku.

Nanase Sakigawa

Bisa dibilang hari-hariku tinggal di kos mulai terbiasa dan pergi ke Gakurai Academy pun sudah biasa. Teman-teman sudah banyak yang mengenalku. Tapi akhir-akhir ini aku dekat dengan Hanase Rukia, seorang gadis yang ceria dengan rambut sebahu. Aku kenal dengannya pun tanpa disengaja. Saat aku sedang berada di dekat vending machine.


Saat aku sedang ada di kelas keramik. Yup, membuat keramik memang sesuatu yang aku gemari tapi aku sering melakukan kesalahan dan terkadang aku tidak bisa membetulkannya. Karena itu aku selalu meminta tolong pada Rai.


Hari ini, di pagi hari yang sangat amat cerah, daerah Tokyo ini memang terbilang indah ketika pagi hari. Tapi dari kemarin aku tidak melihat Rai keluar dari kamarnya. Ada apa ya? Untungnya hari ini tidak ada kelas. Karena penasaran aku mencoba untuk mengetuk kamar Rai. Tetapi tidak ada respon. Rai tidak membukakan pintu. Hmm... memang tidak ada yang beres di sini.


"Hei, Nanase!" Aku terkejut dan mundur dengan cepat. Saat aku lihat siapa orang itu, ternyata... Shoko. Aku mengelus-elus dadaku karena terkejut dan Shoko hanya tertawa-tawa geli melihat tingkah ku.

"Sedang apa kau di sini, Nanase? Wah, jangan-jangan kau menguntit orang ya?" Shoko menjahiliku dengan kata-kata anehnya seperti biasa. Aku pun menggeleng dengan cepat.
"Enak saja, memangnya kau pikir aku bisa sampai seperti itu? Tidak mungkin!"
"Bisa saja, wajahmu tidak jauh-jauh dari Yakuza yang sering berkeliaran. Haha!" Shoko tertawa lepas dan hal tersebut membuat pintu yang tadinya mau aku ketuk menjadi terbuka karena aku dorong sedikit.

Dengan cepat Shoko pun berhenti tertawa dan tiba-tiba terdengar isakan dari dalam kamar Rai. Kami berdua menoleh ke arah suara isakan tersebut dan mendapati Rai sedang menangis sendirian di atas tempat tidurnya. Aku terkejut dan segera masuk ke dalam kamar Rai bersama dengan Shoko. Shoko yang terkejutnya tak kalah denganku pun langsung memeluk Rai dengan cepat.

Aku duduk di tepi kasur Rai dan melihat Rai dengan begitu prihatin. Siapa yang tega membuat Rai menangis seperti ini? Jika aku tau, mungkin aku akan membunuhnya. Ya, tidak membunuhnya juga mungkin saja aku akan menghajar orang itu habis-habisan.

"Rai, ada apa? Kenapa tiba-tiba kau jadi seperti ini?" Shoko bertanya pada Rai dengan lembut. Rai pun hanya menggeleng karena ia masih sulit untuk berbicara. Argh! Menyebalkan! Siapa yang tega melakukan hal seburuk ini pada Rai?!

Saat aku hendak pergi ke luar untuk mengambilkan segelas air untuk Rai, ada seseorang yang berkunjung ke tempat kos ini. Dengan cepat aku membuka pintu, saat aku melihat orang itu, ternyata... Riku! Mau apa dia ke sini? Apa jangan-jangan orang ini yang membuat Rai menangis seperti itu? Lihat saja kau, Riku!



bersambung...


No comments: