Wednesday, January 26, 2011

Chapter 3

HIKARI TASEGAWA

Aku melempar ranselku ke sofa lalu mendaratkan pantatku di atasnya. Aku menghela nafas panjang. Sungguh melelahkan dan besok aku harus kembali ke Indonesia lagi. Aku mengusap-usap dahiku sambil memejamkan mata. Kepalaku terasa berputar saat ini.

"HIKARI! Sudah pulang?" Aku tersentak karena teriakan seseorang. Ternyata Chiko yang menggangguku. Chiko adalah laki-laki yang baik. Kami menjadi teman dekat sewaktu kami duduk di bangku kuliah. Karena memiliki cita-cita yang sama, kami pun melakukan usaha bersama. Ya, dengan membuka studio ini, walaupun diatas namakan aku, Chiko tidak keberatan dengan hal ini, melainkan ia pun ikut membantu. Aku pun sampai menyediakan beberapa keperluan di tempat ini agar Chiko dapat merasa nyaman dan menganggapnya sebagai rumah sendiri.

"Chiko, jangan ganggu aku dulu. Aku harus istirahat!" kataku dalam bahasa Jepang yang lancar. Chiko menatapku sambil berkacak pinggang.
"Hikari, aku menyambutmu dengan sangat baik. Jangan seperti itu, kau tau Toshi-san sering kemari mencarimu setiap hari..." aku mengusap-usap dahiku lagi. Kenapa aku harus diganggu orang seperti itu? Maksudku "Toshi-san" itu bukan Chiko.

TOSHIGAWA NEKU, adalah mantan kekasihku sewaktu aku masih kuliah. Kami berpisah ketika aku sudah mulai sibuk dengan urusan fotografiku dan studioku ini. Sebenarnya, Neku lah yang meminta untuk berpisah. Aku dan Neku sudah berhubungan selama kurang lebih 2 tahun semasa kuliahku. Ia memang laki-laki yang baik. Namun, ia sedikit egois dan aku merasa agak repot jika harus bersamanya.
"Kenapa Neku masih sering ke sini? Aku sudah tidak ingin bertemu dengannya lagi. Kenapa kau tidak mengusirnya saja, Chiko?" Chiko menyilangkan tangannya di depan dada.
"Mana mungkin aku mengusirnya, Hikari! Lagi pula Toshi-san adalah mantanmu, mungkin saja ia ingin kembali padamu dan..."

CRIIING! Bel toko berbunyi dan menghentikan perbincangan kami. Aku bangkit dari tempat dudukku dan berjalan keluar bersama Chiko. Aku terkejut ketika melihat siapa yang datang...

NEKU...

***
Aku berjalan membawakan nampan yang berisikan ocha hangat menuju ruang tamu. Aku menghela nafas panjang lalu meletakkan ocha hangatnya di meja. Hari ini Neku terlihat begitu rapi. Mungkin saja ia memang sudah melanjutkan usaha ayahnya. Tiba-tiba saja Chiko berdiri dari sofa.
"Sepertinya aku harus kembali ke studioku, ada yang perlu aku perbaiki. Aku permisi dulu ya!" dilihat dari matanya, menurutku Chiko berbohong. Aku tau, ia selalu begitu setiap ada Neku.

Sepeninggal Chiko, aku dan Neku tetap diam. Aku hanya memain-mainkan pinggiran gelas dengan bibirku lalu menyesap ocha hangat tersebut perlahan.
"Dari mana saja kau, Hikari?" Neku mulai berbicara padaku. Aku meletakkan gelasku dan menatap Neku.
"Memangnya itu urusanmu?" tanyaku dingin. Neku menghela nafas panjang.
"Kenapa kau seperti ini, Hikari? Kau berubah..."
"Setiap manusia pasti berubah." kataku bertambah dingin.

Aku memang masih kesal pada Neku karena ia memutuskan hubungannya denganku. Dan waktu itu aku sempat melihat Neku berjalan dengan wanita lain dan itu terjadi setelah aku baru saja berpisah dengannya selama 2 hari. Memang, itu sangat kejam.
"Aku tau kau masih kesal dengan masalah itu..." syukurlah ia sadar, batinku.
"Sudahlah, aku tidak mau membahas hal tersebut lagi, aku harus istirahat. Besok pagi aku harus kembali ke Indonesia lagi." kataku sambil membenahi gelas-gelas kosong tersebut. Tiba-tiba aku merasakan tangan seseorang melingkar di pinggangku. Aku terkejut dan ternyata Neku yang memelukku. Aku berusaha melepakan pelukan tersebut tapi tidak bisa karena aku sedang memegang gelas-gelas itu.

"Neku! Lepaskan aku!" aku berteriak dan memberontak.
"Tidak, Hikari... aku... aku masih mencintaimu!" aku tetap memberontak dan akhirnya aku bisa melepaskan diri. Aku menghadap ke arah Neku dan... PLAK! Aku menampar Neku dengan keras dan tidak berperasaan.
"Setelah apa yang kau lakukan selama ini, untuk apa kau bilang masih cinta padaku? Pergi, Neku! Aku ingin kau tidak kembali ke tempat ini lagi! PERGI!" aku berteriak sekeras mungkin dan Chiko langsung datang begitu saja.
"Hikari? Ada apa? Toshi-san, kau apakan Hikari?" Chiko langsung bertanya-tanya.

"Chiko, aku mohon, bawa pria ini keluar. Aku tidak mau bertemu dengannya lagi, aku mau istirahat." kataku sambil mengusap-usap dahiku. Aku berjalan ke atas dan melihat ke bawah sekali lagi untuk melihat Neku yang dibawa keluar oleh Chiko. Memang hatiku terasa sakit ketika melihat Neku diseret keluar seperti itu dan ia juga berteriak memanggilku, tapi inilah kenyataannya, aku memang tidak ingin bertemu dengannya lagi. Selamat tinggal, Neku.

SERGIO TATSUYA

Limo tiba di depan rumah ibuku. Aku memang kagum dengan rumah ibu yang indah. Namun, terkadang aku tidak begitu suka dengan sifat ibuku yang sombong. Aku turun dari limo dan mengikuti ibuku masuk ke dalam rumah. Ketika aku masuk, aku melihat Whitney dan tiba-tiba saja Whitney menoleh.

"Nii-saaaann!!!" BUAK! Whitney langsung memelukku. Aku tersenyum dan membalas pelukan Whitney, adikku.
"Hey, Whitney!"
"Nii0saaaan!! Aku merindukanmu!" kata Whitney dalam bahasa Jepangnya. Aku memiringkan kepala.
"Whitney, bukankah kau tidak boleh berbicara dalam bahasa Jepang di sini?"

Untuk informasi, ibuku sama sekali tidak bisa berbahasa Jepang. Ia kenal dengan ayahku karena ayahku fasih dalam berbahasa Inggris. Semenjak ayah dan ibuku bercerai, Whitney dibawa ibuku kembali ke New York dan Whitney dipaksa untuk terus berbicara dalam bahasa  Inggris.
"Kau tau, Nii-san... aslinya aku sangat terkekang di sini! Aku mau kembali ke Tokyo! Aku tidak suka berada di sini, gaya hidupnya terlalu mewah!" Whitney mulai mengeluh
"Whitney!!! You diobeyed me did you? I said no Japanese language in this house! Except for Sergie, he still live with his father... that is why I allowed him! Understand?" suara ibuku datang begitu saja dari lantai atas membuat Whitney jengkel. Whitney langsung menatapku dan memberi tanda. Aku hanya mengangguk-angguk saja.
"Whitney!! What is your answer?!" teriak ibuku lagi. Lama-lama aku juga ikut jengkel.
"Yes, mom!!" Whitney menjawab dengan nada bermalas-malasan dan langsung menarikku ke kamarnya yang berada di lantai bawah.

Ternyata setelah dipikir-pikir, aku beruntung juga sudah ikut ayah. Lagipula aku tidak mau tersiksa seperti Whitney. Bukannya aku berpikir seperti itu, aku hanya tidak mau dipaksa ibuku untuk melakukan hal-hal yang menurutku tidak penting seperti itu. Jika aku menjadi Whitney, lebih baik aku kabur dari rumah ini dan pulang kembali ke Jepang. Dari dulu, aku memang lebih menyukai ayahku dibanding dengan ibuku.

Aku memasuki kamar Whitney dan langsung melihat banyak foto-foto Whitney. Adikku ini memang senang berfoto-foto. Ia bercita-cita menjadi model di suatu studio. Namun, banyak fotografer yang menurut Whitney tidak begitu maksimal dalam mengambil foto dirinya. Aku tersenyum ketika melihat foto-foto tersebut, padahal semua fotonya begitu bagus dan unik.

"Whitney, foto-fotomu bagus dan kau terlihat begitu cantik di foto itu!" kataku sambil tersenyum. Whitney menatapku dan berkacak pinggang.
"Nii-san, kau tau... fotografer di New York terlihat tidak niat! Aku sendiri bingung!" jawab Whitney dalam bahasa Jepangnya.
"Haha, sudahlah Whitney. Kau tetap cantik lagipula, haha... oh ya, aku tau studio bagus di Jepang, kau harus ke Jepang, Whitney!" kataku bersemangat.
"Iya, aku memang ingin kembali ke Jepang!"

TUUUUTT!! Interkom di kamar Whitney berbunyi. Aku terkejut dan melihat ke sekeliling, dasar ibuku... memang sudah menjadi orang kaya tingkat tinggi.
"Whitney, Sergie! Umm... I know Sergie is in Whitney's room. Haha, I knew that she wants to show off her bedroom right? Oh ya, after I take a bath, I want to go to my boutique. Both of you please come with me, yes?" Aku menghela nafas, begitu juga dengan Whitney.
"Yes, mom!" dan kami berdua menjawab serentak.






bersambung...



No comments: