Friday, January 28, 2011

Chapter 4

HIKARI TASEGAWA

Pagi-pagi buta aku sudah bangun. Aku masih merasakan pusing di kepalaku. Entah kenapa kepalaku bisa terasa pusing sekali. Aku berjalan ke dapur dan mencari obat untuk meredakan pusingku. Setelah meminumnya, pusing di kepalaku perlahan-lahan menghilang. Aku menghela nafas panjang. Ya, hari ini aku harus kembali lagi ke Indonesia. Benar-benar melelahkan.

"Hikari, kau sudah bangun?" aku menoleh dan mendapati Chiko sedang berjalan mengambil minuman di kulkas.
"Begitulah. Kau kan tau sendiri, nanti aku harus kembali ke Indonesia lagi." kataku sambil menarik bangku di dapur. Chiko pun juga ikut duduk.
"Hikari, memangnya kau ada masalah dengan Toshi-san ya?" aku menoleh ke Chiko lalu aku kembali menatap gelas kosong yang sedang aku pegang.
"Aku hanya tidak ingin bertemu dengannya lagi." aku beranjak dari tempat duduk dan kembali ke kamarku, agar Chiko tidak bertanya lebih panjang lagi. Di dalam kamar, aku langsung membereskan barang-barangku untuk dibawa ke Indonesia dan aku bersiap-siap untuk segera pergi ke bandara setelah itu.
***
Soekarno-Hatta International Airport - Jakarta, Indonesia

Sungguh melelahkan... untungnya aku tiba di Jakarta masih pagi. Aku mengambil ponselku dan langsung menelepon ayahku.
"Hikari! Kamu sudah sampai?" tanya ayahku dari seberang sana.
"Iya, ayah ada di mana?" kataku dalam bahasa Indonesia
"Sebentar lagi ayah tiba, sayang."
"Baiklah, aku tunggu"

Aku menutup ponselku dan langsung berjalan mencari tempat duduk yang kosong. Aku duduk sambil memandang ke depan dengan tatapan kosong. Entah apa yang sedang aku pikirkan. Ketika aku sadar, aku segera mengambil kameraku dan mulai merubah settingannya. Lalu aku memfokuskan lensa kameraku ke atas langit dan mengambil gambar awan-awan yang indah tersebut. Ketika sedang asyik-asyiknya memotret, pundakku disentuh seseorang. Saat aku menoleh, ternyata ayahku sudah datang.

"Hikari, kamu memang gak berubah ya. Ayo, ibu juga sudah menunggu di mobil" aku mengangguk dan berjalan mengikuti ayahku ke dalam mobil.
"Hikari! Aduh ibu sangat merindukanmu! Kenapa kamu gak menjenguk ibu dan ayah waktu kamu bekerja di sini?" tanya ibuku dalam bahasa Indonesianya yang lancar, ketika aku baru masuk ke dalam mobil.
"Maaf, bu. Waktu itu aku juga buru-buru kembali ke Jepang. Kasihan Chiko harus mengurus studio sendirian." kataku sambil bersender ke jendela. Mobil pun mulai bergerak.
"Chiko-kun? Oh, bagaimana kabarnya sekarang?"
"Baik kok, ibu mau bertemu dengannya?"

Sebenarnya ibuku adalah orang yang senang bergaul. Hampir semua temanku, ibuku pun juga kenal. Terkadang aku merasa risih, tapi tetap saja aku suka ibuku seperti itu. Selama perjalanan, aku dan kedua orang tuaku terus berbincang-bincang. Sesekali aku juga sering melihat ke arah luar melalui jendela. Jakarta memang sudah banyak berubah. Untungnya tidak begitu parah dalam proses perubahannya.

Setelah beberapa jam perjalanan, aku tiba di rumah kedua orang tuaku. Oh ya, aku anak tunggal dan ayahku sudah memiliki anak dari perkawinan pertamnya. Namun, istri ayah yang pertama sudah meninggal dunia. Jadi, aku tidak lagi disebut anak tunggal. Aku memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Evangel Iskandar Kusumo, biasanya dipanggil Evan. Aku dan Evan ternyata cukup dekat. Waktu aku lahir, kata ibuku, Evan selalu menjagaku. Sejak saat itu juga aku dan Evan bagaikan kakak-beradik yang sangat dekat.

Aku memasuki rumah yang bernuansa Bali dan aku sangat suka dengan nuansa ini. Semua perabotan rumahnya terbuat dari kayu yang kokoh dan besar. Di dalam rumah pun -entah siapa yang mengusulkan- ada air mancur yang dibuat di tengah ruangan.
"Hikari, ayo makan! Sudah siap nih!" teriak ibuku dari ruang makan.
"Sebentar, bu! Aku mau mengurus pekerjaan dulu! Dengan cepat aku pergi ke ruang depan dan mengambil ponselku lalu menelepon Angela, pelangganku.

"Halo?" sapa Angela
"Ngel, aku sudah di Indonesia. Sekarang aku lagi di rumah ortuku." kataku sopan
"Oh, sudah sampai! Bagaimana kalau sekarang kita ketemu? Aku yang menjemputmu atau bagaimana?"
"Gak usah repot-repot, Ngel. Aku sendiri saja. Mau di mana?"
"Hmm... di Plaza Indonesia aja. Aku tunggu di sana. Nanti sms aku aja"
"Oke deh!"

Setelah itu, aku mengakhiri telepon dengan Angela. Aku berjalan ke ruang makan dan duduk bersama dengan keluargaku untuk menyantap masakan buatan ibuku yang benar-benar makanan khas Jepang.

SERGIO TATSUYA

Limo ibuku memangs angat besar, aku bisa sampai tidur-tiduran di dalamnya. Saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju butik ibuku. Whitney pun juga ikut.
"Sergie, please don't act like that. Be polite!" kata ibuku.
"Yes, mom!"
"Sergie, you're now 23 years old right?" aku mengangguk ketika ibuku bertanya seperti itu.
"Why don't you search for a lady?" aku menoleh dan menatap ibuku.
"You mean, I need to get married at this age?" ibuku mengangguk dan ya! Aku sudah tau niat ibuku. Jika aku bilang aku belum pernah berhubungan dengan gadis manapun, ibuku pasti akan menjodohkanku dengan perempuan itu. TIDAK!

"Yes, Sergie! You have to get married as soon as possible! I want a grandson or granddaughter you know! And I've got a perfect choice for you!"
"You mean, that girl? Yue Ichikawa or Yukina Courtney in English? Huff..." aku menghela nafas panjang. Aku tidak pernah suka wanita itu, walaupun belum pernah bertemu.
"Yes! Yue is the perfect match for you, Sergie! Both of you will become a perfect couple!" kata ibuku sambil merentangkan tangannya. Aku menopangkan daguku dan mendecakkan lidah. Yeah, perfect stupid couple!, pikirku.

Limo berjalan melintasi sebuah perkotaan yang ramai dan tibalah aku di butik ibuku. Aku akui, butik ini memang bagus dibanding dengan toko sepatu ayahku di Jepang. Butik ibku bernuansa barat dan ada banyak hiasan-hiasan dari emas untuk mempercantik butik ini. Aku melangkah masuk ke butik sambil terus melihat kanan-kiri. Whitney tiba-tiba saja mendekatiku.

"Nii-san, aku tidak suka tempat ini." bisik Whitney dalam bahasa Jepang.
"Sudahlah. Biarkan saja, aku juga tidak suka walaupun tempat ini sangat indah."
"Nii-san, katanya besok kau akan kembali ke Jepang lagi ya?" aku menggeleng lalu tersenyum pada adikku.
"Aku mau ke Indonesia. Aku harus menemui salah satu temanku di sana."
"Memangnya ada apa?"
"Temanku ini akan segera menikah, Whitney." Whitney pun terkejut dan aku tetap tersenyum.
"Ya ampun! Nii-san baik sekali! Sampai jauh-jauh pergi ke sana untuk menemui temanmu itu!"
"Aku tidak enak saja, she's getting married you know!" kataku sambil tersenyum.
"Iya? Bolehkah aku ikut? Aku mau lihat!" tiba-tiba saja Whitney jadi kegirangan.
"Haha... lebih baik kau izin pada ibu. Aku tidak yakin ibu mengizinkanmu ikut atau tidak." Whitney langsung cemberut dan aku langsung merangkulnya.
"Sudahlah jangan memasang tampang seperti itu. Lebih baik kau izin dulu, ya?" kataku sambil mengacak-acak rambut Whitney. Whitney pun mengangguk sambil tersenyum.







bersambung....

No comments: