Monday, February 1, 2010

The Story Part 6

Ruroya Rai


Seharian aku menangis di dalam kamar. Aku tidak ingin semua penghuni kos ini melihat wajahku yang berantakan seperti ini. Tapi, ternyata mereka sudah melihatnya sekarang.

Saat ini Shoko terus memelukku. Shoko memang seperti kakak perempuanku dan aku memang sayang pada Shoko. Selain Shoko, Nanase juga ada di dekatku. Ia tidak bisa berbuat apa-apa melainkan hanya menatapku dengan prihatin. Maafkan aku, Nanase.

Aku terus menangis di dekapan Shoko dan tiba-tiba Nanase pergi keluar dari kamarku. Aku ingin sekali menghentikan tindakannya tapi tidak bisa, karena tangisanku tidak bisa berhenti serta suaraku pun tidak mau keluar.

Entah sudah berapa lama Nanase di luar kamarku, tiba-tiba saja ia masuk membawa... Riku?! Sedang apa laki-laki itu di sini? Riku pun mendekatiku dan Shoko melepaskan pelukannya lalu menjauh. Aku melihat Shoko mengajak Nanase keluar dari kamarku sehingga aku dan Riku hanya tinggal berdua saja. Aku menghela napas panjang sambil sesegukan dan mengusap-usap wajahku.

Riku duduk di tepi tempat tidurku lalu menghela napas.
"Rai... kau... apa kau tidak apa-apa?" Riku bertanya sambil melihat ke bawah.
"Menurutmu?" Itulah jawabanku. Jawaban yang paling sedikit yang pernah aku beri.

Riku menoleh dan menggenggam kedua tanganku. Jantungku berdetak dengan cepat dan rasanya aku ingin menangis lagi.
"Rai, maafkan aku. Aku... aku memang bodoh. Untuk apa aku melarangmu. Maafkan aku, Rai!" Riku menggenggam tanganku erat-erat dan dilihat dari wajahnya ia sangat bersungguh-sungguh. Tapi, aku masih tidak bisa menjawab kata-katanya.
"Rai, menangislah sepuasnya. Salahkan aku jika perlu, marahi aku, sampai kau sudah tenang aku akan berada di sisimu." Kata Riku sambil membelai rambutku.

Tanpa kusadari, akhirnya aku menangis dalam dekapan Riku. Aku memukul-mukul Riku karena kesal. Aku berpikir kenapa tadi ia melarangku jika aku mau ke dokter? Aku terus memukul-mukul Riku sampai akhirnya aku jatuh tertidur di pelukan Riku.

Nanase Sakigawa


Saat aku membuka pintu, yang kutemukan adalah sosok Riku. Aku bersungut-sungut pada diri sendiri, kenapa tidak tukang pos saja yang datang hari ini, kenapa harus Riku? Sial! Dengan tatapan sinis aku menatap Riku dari atas kepala sampai kaki. Memang aku ini terlalu berlebihan, tapi aku sudah berpikir bahwa laki-laki inilah yang membuat Rai menangis seperti itu.

"Mau apa kau datang ke sini, Riku?"
"Izinkan aku masuk, Sakigawa-kun!" Riku mencoba untuk menyingkirkanku. Ternyata memang benar, memang Rikulah yang membuat Rai menderita.
"Kau... apa yang kau lakukan pada, Rai?"
"Sakigawa-kun, jangan salah paham. Aku tidak melakukan hal apa pun pada Rai."
"Lalu kenapa? Apa mungkin jika kau tidak melakukan apa-apa, Rai akan menangis histeris sepanjang hari seperti ini?! Otak mu di mana Riku?!" Tampaknya Riku terkejut saat aku mengatakan bahwa Rai menangis sepanjang hari.

"Rai... menangis... sepanjang hari? Sakigawa-kun! Biarkan aku masuk!" Aku terus-menerus menghadang Riku agar ia tidak masuk ke dalam.
"Untuk apa? Kehadiranmu hanya menjadi beban bagi Rai!"
"Diam! Memangnya kau siapa Rai?! Aku yang sedang bermasalah dengannya bukan kau! Minggir kau!"

Riku melewati ku dengan cepat dan aku pun langsung mengejar Riku. Tapi, aku terlambat. Riku sudah berada di depan kamar Rai dan tatapan mereka berdua pun langsung bertemu. Saat aku mau masuk ke dalam kamar Rai, Shoko dengan cepat membawaku keluar. Meninggalkan Rai dengan laki-laki tidak tau diri itu.

"Shoko, kenapa kau lakukan itu?" Sesudah keluar dari kamar Rai, aku protes pada Shoko.
"Nanase, kau harus memahami situasi seperti ini. Kau tau, Rai dan Sakurai-san sudah pacaran, kau tidak bisa mengganggu mereka saat mereka sedang ada masalah. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sampai selesai terlebih dahulu." Kata Shoko sambil mengajakku untuk duduk-duduk di ruang makan yang dekat dengan taman.

"Aku tau, tapi aku tidak bisa terima Rai diperlakukan seperti itu. Shoko, aku... aku merindukan Rai." Kataku sambil menatap Shoko. Shoko tersenyum dan mengangguk seperti memahami maksudku.
"Jika kau memang menyayangi Rai yang hilang ingatan itu, kau harus bisa menjaganya. Buatlah ia ingat kembali tentang dirimu. Aku yakin beberapa lama lagi Rai akan mengingat semua tentang dirimu."
"Iya. Aku harap."

Shoko merangkulku, aku merasa Shoko seperti kakak perempuanku. Ia tidak seperti kakak laki-lakiku Nonoru Sakigawa yang setiap hari kerjaannya hanya bermain game dan membaca komik.

"Tenang saja, Nanase! Cepat atau lambat Rai pasti akan mengingatmu. Cobalah mulai saat ini, jalani kehidupanmu dengan santai." Kata Shoko sambil tersenyum. Aku menoleh dan mengangguk pada Shoko. Ya, benar aku memang harus menjalani kehidupanku dengan lebih santai. Dasar bodoh, jadi selama ini aku memang selalu was-was dalam menjalani kehidupanku. Haha...


bersambung...

No comments: