Sunday, March 7, 2010

The Story Part 42

Ruroya Rai


Aku menunggu Nanase berjam-jam tapi tetap saja ia tidak muncul. Ke mana ya Nanase itu? Aku mencoba menghubungi ponselnya tapi tetap saja tidak tersambung. Sepertinya ponsel Nanase tidak menyala. Aku terus menunggu dan menunggu sampai akhirnya ponselku berdering juga. Di kuil ini pun para pengunjungnya juga sudah mulai sedikit. Aku menjawab panggilan dari ponselku.

"Rai, Nanase sudah kembali?" Shoko meneleponku seperti biasa untuk mengetahui keberadaan Nanase.
"Belum. Ponsel Nanase pun sepertinya juga dimatikan. Bagaimana ini Shoko? Apa mau ditunggu terus?" Aku bertanya pada Shoko.
"Ya, lebih baik kau tunggu Nanase sedikit lagi. Apa kau mau meninggalkan Nanase?"
"Tentu saja tidak, Shoko! Kenapa kau berbicara seperti itu?" Shoko tertawa kecil dari seberang sana.
"Maaf. Hehe... baiklah, kau tunggu Nanase ya. Aku akan meneleponmu lagi nanti."

Aku mengembalikan ponselku ke dalam tas jinjingku. Aneh rasanya, duduk sendirian di taman ini. Aku beranjak dari tempat duduk dan mulai berjalan ke tempat lain. Aku berjalan melewati beberapa toko-toko yang menjual makanan dan minuman. Kebetulan sekali, aku sedang merasa kelaparan juga kehausan. Aku membeli beberapa makanan dan minuman ketika aku mendengar percakapan antara dua orang. Aku menoleh ke arah sumber suara tersebut dan mendapati Nanase sedang bersama... seorang gadis? Siapa gadis itu? Aku bersembunyi di antara pepohonan agar aku bisa melihat wajah gadis itu dari dekat. Ternyata gadis itu adalah... Hanase Rukia? Sedang apa ia di sini?

Aku terus memperhatikan mereka dan akhirnya percakapan mereka selesai. Tapi bodohnya aku, aku tidak dapat mendengar apa yang sedang mereka bicarakan sama sekali. Ya, karena aku kurang dekat ke arah mereka. Aku melihat Nanase berjalan ke arahku, dengan cepat aku menyembunyikan diriku agar tidak ketahuan oleh Nanase. Setelah itu aku berlari ke toko makanan terdekat supaya Nanase dapat melihatku.

"Rai!" Seperti yang aku pikirkan, Nanase dengan cepat dapat mengenaliku. Aku menoleh ke arah Nanase dan tersenyum.
"Hei, Nanase! Ayo cepat!" Nanase berlari kecil ke arahku.
"Kau ke mana saja, Nanase?" Aku bertanya pada Nanase sambil memberikan beberapa makanan untuk dimakan Nanase.
"Aku? Tadi aku baru membeli lentera lagi, karena antri makanya aku lama. Maaf ya." Nanase berbohong kepadaku. Tapi aku sudah tidak bisa ditipu lagi, karena tadi aku sudah melihatnya. Nanase sedang bersama dengan seorang gadis.
"Oh, haha... ayo, kita sudah ditunggu oleh yang lain." Aku mengulurkan tanganku dan Nanase menerima uluran tanganku.

Setelah itu kami berdua langsung mencari Shoko dan yang lainnya serta segera menuju pulang ke kos.

Nanase Sakigawa


Setelah memeluk Rukia, aku segera pergi meninggalkannya. Aku sudah mengerti dengan semua penjelasannya. Tapi, Rai masih belum tau tentang hal ini. Aku sendiri juga bingung bagaimana cara untuk memberitahu Rai. Saat aku keluar dari tempat persembunyian itu, aku merasa seperti diikuti seseorang. Aaa, mungkin hanya perasaanku saja.

Aku kembali ke area festival yang sekarang para pengunjungnya sudah mulai sedikit. Aku menoleh ke toko-toko yang ada di area ini lalu aku melihat sosok Rai.
"Rai!" Aku berteriak dan disambut dengan teriakan Rai juga. Aku berjalan ke arah Rai dan Rai memberiku sebuah makanan. Setelah itu, aku diajak Rai menemui yang lain karena kami semua sudah mau kembali ke kos.

Sesampainya di tempat kos, aku langsung pergi ke kamarku. Aku merenggangkan otot-ototku dan langsung membantingkan tubuhku ke atas tempat tidurku. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk seseorang. Aku menoleh ke arah pintu kamarku. Untungnya pintu kamarku tidak dalam keadaan terkunci.
"Masuk!"
"Nanase? Apa aku tidak mengganggumu?" Ternyata Rai yang berkunjung ke kamarku. Aku menoleh ke arah Rai dan menggeleng pelan. Rai duduk di samping tempat tidurku.
"Ada apa, Rai? Kenapa kau tidak langsung tidur saja?" Tanyaku sambil bangkit untuk duduk. Rai menggeleng pelan.
"Aku tidak bisa tidur."

Aku tersenyum lalu mengulurkan tanganku untuk membelai rambut Rai. Rai menatapku dan matanya yang indah seperti memancarkan sinar.
"Kenapa tidak bisa tidur?" Aku bertanya pada Rai.
"Sepertinya, aku sedang banyak pikiran. Jadi, aku tidak bisa tidur dengan tenang. Jadi, apa kau mau menemaniku berbincang-bincang sebentar?"
"Haha... dasar kau, Rai. Kenapa kau tidak pergi ke tempat Shoko? Lagi pula, kalian sesama wanita ini."
"Shoko sudah pulas. Aku tidak mau mengganggunya dan Saki sepertinya juga sudah lelah. Kalau Takato... haha, jangankan Takato, saat ini saja ia sudah terbang ke alam mimpi." Rai tertawa kecil. Aku pun tersenyum melihat tingkah laku Rai.
"Haha... baiklah, apa yang mau kita bicarakan hari ini ya?" Aku mengusap-usap wajahku dan tiba-tiba saja ponselku berdering. Aku melihat ke arah layar, tertera nama Rukia di layar ponselku.

Gawat, Rukia yang menelepon. Rai tidak boleh tau tentang ini. Aduh, bagaimana ini? Aa, aku baru ingat. Kamarku kan' ada balkonnya. Dasar bodoh.
"Rai, aku ke balkon dulu ya, menerima panggilan." Rai pun mengangguk tanda mengerti.

Dengan cepat aku menerima panggilan tersebut.
"Ada apa, Rukia?" Tanyaku dengan cepat.
"Kau terdengar gesah-gesah, ada apa?" Rukia bertanya balik kepadaku. Aku menghela napas.
"Iya, aku harus cepat-cepat. Teman-temanku menungguku. Maaf."
"Aku hanya ingin meminta maaf atas kejadian waktu itu. Aku sungguh menyesal."
"Ya, tidak apa-apa. Tugasmu sekarang adalah kau harus menemui Rai dan menjelaskan semuanya, termasuk tentang kau pernah bertunangan dengan Riku."
"Ya, aku tau."
"Baiklah kalau begitu. Sudah dulu aku dipanggil teman-temanku."

Setelah itu perbincangan selesai. Aku kembali ke dalam kamarku dan mendapati Rai sudah tertidur pulas di samping tempat tidurku. Karena aku tidak enak membangunkannya, aku mengambil selimut cadangan yang ada di lemariku dan menyelimuti Rai. Lalu aku naik ke atas tempat tidurku dan langsung menutup hari.



bersambung...

No comments: