Tuesday, March 9, 2010

The Story Part 44

Ruroya Rai


Saat ini aku sedang bersama Nanase di taman dekat kos. Aku bercerita banyak tentang Riku tapi tiba-tiba saja Nanase mendapatkan telepon dari seseorang. Awalnya, ketika Nanase mengambil ponselnya dan hendak menjawab, wajahnya terlihat gelisah dan sedikit jengkel. Hmm... kira-kira siapa ya yang menelepon Nanase? Aku sendiri juga penasaran.

Sekarang, Nanase sedang menjawab panggilan tersebut sehingga ia menjauh dariku. Aku hanya duduk di bangku taman sendirian sambil sesekali menyeruput ocha dingin yang aku bawa tadi. Aku menoleh ke arah Nanase dan melihat Nanase seperti sedang marah-marah. Ada apa ya? Aah, sial kau Nanase. Aku mulai penasaran. Tanpa berpikir panjang lagi, aku berjalan ke arah Nanase dan mendengar pembicaraannya sedikit.

"Sudahlah, Rukia! Kau harus segera memberitahukannya!" Aku mengernyitkan dahi ketika mendengar Nanase menyebutkan nama Rukia. Ada apa Nanase dengan Rukia? Terasa jeda sesaat.
"Kenapa Rukia? Dia adalah kekasihnya! Kau harus segera memberitahukannya, Rukia. Supaya ia dapat melupakan semuanya, aku risih jika ia terus-terusan depresi!" Apa... Nanase sedang membicarakanku? Aku tetap diam.
"Rukia... apa susahnya jika harus jujur bahwa kau tidak sengaja menabrak Riku?" DEG! Astaga, jantungku seperti baru ditusuk-tusuk oleh duri-duri tajam. Jadi, selama ini... Nanase menyembunyikan sesuatu dariku dan ternyata... Rukia-lah, orang yang membuat Riku celaka.

Tanpa berpikir panjang, aku berjalan mendekati Nanase. Nanase terkejut ketika melihatku, wajah Nanase langsung terlihat pucat begitu melihatku. Aku hanya diam sambil meminta ponsel Nanase. Nanase tetap diam dan segera memberikan ponselnya. Aku mengambil ponsel itu dengan tangan bergetar, untungnya air mataku belum keluar. Aku mendekatkan ponsel Nanase ke telingaku.

"Hei, Nanase! Jawab lah!" Teriak Rukia dari seberang sana. Aku berdeham dan mengambil napas panjang.
"Aku sudah mengambil ponsel Nanase." Kataku datar. Terasa jeda sesaat.
"Siapa kau? Aku sedang ada urusan dengan Nanase!" Aku jengkel mendengar cara bicara Rukia yang tidak tau aturan itu. Aku kira Rukia adalah gadis yang baik hati.
"Kau mau tau siapa aku?"
"Iya tentu saja. Kau dengan seenaknya mengganggu pembicaraanku dengan Nanase." Aku mengepalkan tanganku dan Nanase mulai merasa tidak enak kepadaku.
"Aku tidak peduli dengan urusanmu dengan Nanase. Tapi aku tau siapa kau, kau memang tidak tau aku tapi kau akan tau ketika aku memberikan ponsel ini ke Nanase lagi." Aku pun memberikan ponselnya ke Nanase.

Aku mulai merasakan air mataku mulai keluar. Aku menyeka air mataku cepat-cepat dan melihat ke arah Nanase. Nanase sudah menyebutkan namaku ke Rukia. Dengan cepat Nanase memberikan ponselnya kepadaku lagi.
"Bagaimana? Kau sudah tau identitasku kan?" Tanyaku sedikit menantang. Rukia hanya diam seribu bahasa.
"Rukia, sekarang kau harus menemuiku."
"Ta-tapi, aku masih ada urusan..." Aku pun mulai jengkel.
"Aku tidak peduli dengan urusanmu! Cepat temui aku!!! Aku butuh penjelasan!!" Akhirnya aku berteriak dan air mataku mulai keluar seperti biasa. Setelah itu aku langsung memutuskan sambungan telepon dan menangis sekencang-kencangnya sampai membuat orang-orang melihat ke arahku.

Maafkan aku, Riku. Maafkan aku!

Nanase Sakigawa


"Rukia... apa susahnya jika harus jujur bahwa kau tidak sengaja menabrak Riku?"

Itulah kata-kata yang pertama kali aku ucapkan ke Rukia dan membuat Rai mendekat ke arahku. Ternyata Rai mendengar semuanya. Sial! Kenapa Rukia harus meneleponku tadi? Sekarang aku kerepotan menenangkan Rai. Rai menganggapku bahwa aku menyembunyikan semuanya dari Rai. Aku hanya terus meminta maaf pada Rai. Ya, memang bodohnya di aku. Tapi, bagaimana cara untuk memberitahukan hal tersebut kepada orang yang terdekatnya? Hal tersebut tidaklah mudah.

Rai masih terus menangis. Di dalam benakku, aku hanya terus merasa bersalah. Aku menyesal tidak mengatakan semuanya pada Rai. Aku selalu saja membuatnya bersedih. Seperti waktu dulu.
"Rai, maafkan aku..." Aku berlutut agar dapat menyamakan tinggi dengan Rai yang sedang duduk di bangku taman sambil terus menutup wajahnya. Rai memukulku.
"Kenapa, Nanase? Kenapa... kenapa kau tega padaku?" Aku hanya diam, tidak bisa berkata apa-apa. Aku menyesali perbuatanku.

Tiba-tiba aku merasakan bahuku disentuh seseorang. Aku menoleh dan melihat Rukia sudah berdiri di dekatku dan Rai. Aku terkejut.
"Rukia?" Dengan cepat Rai juga mengangkat wajahnya. Aku tidak ingin membayangkan, apa yang akan terjadi di tempat ini.
"Aku datang... sesuai dengan perintahmu itu, Rai." Kata Rukia datar. Rai beranjak dari tempat duduknya dan berdiri sambil menatap Rukia.

Karena aku tidak mau mencari masalah. Aku segera menjauh dari mereka berdua dan duduk di salah satu bangku taman yang masih kosong. Aku duduk di bangku tersebut sambil melamun dengan pikiran kosong. Tidak tau harus memikirkan apa. Semuanya terasa begitu kacau. Rai sudah mengetahui semuanya dan aku tidak bisa menyembunyikan apa-apa lagi darinya.

Aku menengadah ke atas. Riku, aku mohon agar sekarang kau muncul di depanku dan memberikan solusi yang tepat. Aku sendiri sewaktu mendengar kau pernah bertunangan dengan Rukia, aku sangat terkejut. Kenapa kau tidak memberitahukannya kepadaku dari awal? Apalagi setelah aku tau bahwa kau masih membawa cincin tunangan tersebut ke mana-mana. Berarti kau masih mencintai Rukia kan'?



bersambung...

No comments: