Ruroya Rai
Aku bangun dari tidurku di tengah malam. Untuk memastikan bahwa itu tengah malam, aku mengambil jam yang ada di meja sebelah tempat tidurku. Ya, memang tengah malam. Sudah pukul 12 malam. Aku beranjak dari tempat tidurku dan keluar dari kamarku. Saat ini kos terasa begitu gelap, ya... semuanya sudah tertidur pulas. Tapi, saat aku hendak menuju ke lantai bawah, aku melihat ada cahaya-cahaya yang berasal dari ruang tamu. Aku menuruni anak tangga perlahan dan melihat ada apa di bawah karena aku penasaran.
Ketika aku sampai di bawah, ternyata yang ada di ruang tamu adalah Nanase. Aku berjalan melewati Nanase karena Nanase membelakangiku. Aku hanya berharap agar Nanase tidak tau bahwa aku sedang melewatinya. Tetapi, dugaanku pun salah. Nanase dengan cepat menoleh lalu ia tersenyum ke arahku.
"Sudah bangun?" Tanya Nanase sambil tersenyum. Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke arah Nanase.
"Iya, sedang apa kau di sini? Tidak tidur seperti yang lainnya?" Nanase menggeleng.
"Aku menunggumu sampai bangun. Aku sendiri juga tidak bisa tidur." Kata Nanase dan aku sedikit terkejut ketika Nanase berbicara seperti itu. Ternyata Nanase dari tadi menungguku bangun. Kenapa ia begitu perhatian kepadaku?
Aku menghiraukan kata-kata Nanase dan segera pergi ke dapur untuk mengambil air putih. Sejak tertidur di kamar, aku tidak sempat minum sama sekali. Karena itu sekarang aku merasa tenggorokanku sudah berteriak minta diberikan air. Aku mengambil air putih di dalam kulkas dan menuangkannya ke dalam gelas. Selesai minum aku berjalan ke arah ruang tamu dan mendapati Nanase sudah tertidur. Aku hanya tersenyum melihat Nanase. Ketika melihat wajahnya saja, seakan-akan aku bisa lupa dengan semua masalah yang sudah terjadi.
Aku mendekati Nanase yang sudah tertidur pulas. Wajah Nanase ketika tidur begitu lucu. Aku hanya terkekeh-kekeh sendirian. Tiba-tiba aku tergerak untuk membelai rambut Nanase. Ketika aku menggerakkan tanganku, tiba-tiba Nanase langsung menangkap tanganku. Aku terkejut. Nanase ternyata hanya pura-pura tidur, sial aku tertipu olehnya. Tapi, kenapa ia tidak mendongakkan kepalanya sama sekali? Dasar Nanase aneh.
"Rai... temani aku." Aku mendengar Nanase bergumam pelan. Aku hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Dengan tangan yang masih dipegang oleh Nanase, aku duduk di sebelah Nanase.
"Kenapa kau minta ditemani, Nanase?" Aku bertanya sambil tertawa kecil. Lalu aku meletakkan kepalaku di bahu Nanase dan akhirnya kami berdua pun tertidur sambil berpegangan tangan.
Nanase Sakigawa
Cahaya matahari menembus kelopak mataku dan membuatku membuka mata perlahan. Yang pertama kali aku lihat adalah kenapa televisi yang semalaman aku nyalakan sudah mati? Dan kenapa sekarang aku menggunakan selimut? Aku menoleh dan aku berpikir pada diriku sendiri, ketika aku mengetahui Rai tidur di bahuku, aku memang tidak terkejut. Karena aku yang meminta Rai untuk menemaniku dan saat ini ketika aku pikir-pikir, permintaan itu terdengar bodoh. Dasar aneh kau, Nanase!
Aku merasakan tanganku mulai berkeringat. Ya, selama tidur aku memang menggenggam tangan Rai terus. Aku menghela napas panjang dan tiba-tiba Rai bergerak. Rai terbangun dan aku langsung tersenyum.
"Ohayo gozaimasu..." Kataku sambil tersenyum. Rai menoleh dengan mata yang masih belum terbuka sepenuhnya. Ia hanya mengangguk lalu menggaruk-garuk kepalanya. Ia bingung ketika melihat ada selimut di atasnya.
"Selimut?" Rai hanya bergumam pelan. Aku hanya mengangkat bahu dan menggeleng pelan.
"Aku sendiri tidak tau siapa yang meletakkan ini." Rai mengangguk-angguk lalu ia beranjak dari sofa dan segera pergi ke atas.
Aku menghela napas panjang lalu mengusap-usap wajahku. Astaga, aku tidak percaya. Sudah beberapa hari ini aku sering tertidur bersama Rai dan aku tidak pernah melakukan apa-apa INGAT ITU! Setelah melamun sebentar, aku beranjak dari sofa. Ketika hendak berjalan menuju tangga, aku bertemu dengan Shoko. Shoko langsung menarikku tiba-tiba.
"He-hei, Shoko. Ada apa ini?" Tanyaku yang sedang kesusahan berjalan karena ditarik-tarik oleh Shoko. Ketika berhenti, Shoko langsung berbalik ke arahku.
"Aku melihat kau dengan Rai semalam. Hehe... ada apa sekarang di antara kalian berdua?" Tanya Shoko sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Rai. Memangnya kenapa?"
"Nanase, apa jangan-jangan kau mau merebut kekasih orang lain?" Ketika aku mendengar Shoko berkata seperti itu, hatiku seperti ditusuk-tusuk duri yang tajam. Aku diam dan berpikir. Menurutku, kata-kata Shoko ada benarnya juga. Kenapa aku berusaha untuk mengambil kekasih orang lain? Rai adalah kekasih Riku, seharusnya aku tidak mencoba membuat Rai melupakan Riku.
Aku menghela napas dan menunduk.
"Menurutku, kata-katamu ada benarnya juga." Kataku dan Shoko langsung merasa tidak enak padaku.
"Hei-hei, Nanase! Aku tidak bilang bahwa kau harus menjauhi Rai. Kau boleh saja memiliki Rai. Maaf, Nanase. Mungkin aku sedang lancang hari ini. Entah mengapa, jika kau bersama dengan Rai suatu saat nanti, aku akan mendukungnya." Kata Shoko sambil tersenyum dan aku mendongakkan kepalaku.
"Benarkah?" Shoko mengangguk dengan pasti dan aku pun langsung meloncat kegirangan.
"Baiklah! Aku akan berusaha Shoko!"
Dan Shoko hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat tingkah lakuku yang mulai aneh karena aku dari tadi terus melompat-lompat kegirangan. Bagaimana Riku? Apa kau sudah memberikan aku kesempatan untuk membuat Rai bahagia?
bersambung...
No comments:
Post a Comment