Thursday, February 4, 2010

The Story Part 11


Ruroya Rai

Suara hentakan kaki di luar kamarku membangunkan aku pagi itu. Aku beranjak dari tempat tidurku dengan langkah gontai. Hari ini aku benar-benar malas masuk ke Gakurai Academy. Tapi apa boleh buat, aku harus menyelesaikan beberapa tugasku di sana.

Aku berjalan menghampiri lemari pakaianku. Mengambil beberapa helai pakaian yang akan aku gunakan nanti. Saat sedang memilih-milih pakaian, pintu kamarku diketuk oleh seseorang. Aku mendekati pintu dan membukanya, ternyata Shoko-dengan wajahnya yang ceria seperti biasa-yang datang ke kamarku.

“Raii!! Ayo cepat bereskan pakaianmu!” Karena aku terkantuk-kantuk, aku tidak dapat mengerti apa yang dikatakan oleh Shoko.
“Pakaianku? Memangnya ada apa?”
“Aduhh! Hari ini kita akan pergi berkemah. Aku, kau, Takato, dan Nanase. Ayo cepat!”
Berkemah? Kenapa ada acara berkemah? Bukankah aku harus masuk ke Gakurai?
“Berkemah? Aku harus ke Gakurai, Shoko!” Aku protes tentang berkemah itu.
“Tenang saja, aku sudah meminta izin kepada gurumu agar kau diperbolehkan untuk mengambil cuti sementara. Ayo, cepat bereskan pakaianmu!”  Aku tidak bergerak sama sekali dan hasilnya hal tersebut membuat Shoko geram, sampai-sampai Shoko yang membereskan tasku dan semua pakaianku.

Shoko keluar dari kamarku dengan membawa semua barang-barangku. Ternyata semua orang menungguku di luar. Ada Saki, Takato, Nanase, Shoko, dan... Riku? Apa yang ia lakukan di sini? Dengan cepat aku menghampiri Riku. Shoko yang melihatku langsung mengerti apa yang sedang aku pikirkan.

“Rai, hari ini Riku ikut bergabung dengan kita. Aku meminta Riku untuk ikut agar ia bisa menjagamu.” Kata Shoko sambil tersenyum. Menurutku, seharusnya Shoko tidak perlu repot-repot mengajak Riku, karena aku bisa menjaga diri.

“Shoko, aku bisa sendiri!” Kataku pada Shoko.
“Sudahlah, Rai. Aku juga ingin pergi berkemah bersama kalian semua. Tenang saja.” Riku tersenyum padaku dan akhirnya aku hanya menghela napas lalu mengangguk pelan.

Perjalanan pun dimulai. Kami semua masuk ke dalam mobil milik Riku. Riku yang membawanya ketika tiba di kos ini. Saki tidak ikut dalam acara perkemahan ini, yaa... karena Saki adalah pemilik kos, jadi Saki harus menjaga tempat kos itu.

Dalam perjalanan, aku hanya terus melamun memandang ke arah jendela sementara Riku yang sedang menyetir di sebelahku tetap berkonsentrasi pada jalan. Takato, Shoko, dan Nanase saling bercengkrama di bangku belakangku. Kelihatannya hari ini semua sangat bersemangat, kecuali diriku. Aku berpikir, aku merasa ada sesuatu yang berubah dari diriku. Tapi, inilah aku. 

Nanase Sakigawa

Aku tak menyangka hari ini aku akan pergi berkemah bersama dengan Takato, Shoko, Rai, serta Riku. Inilah pengalaman pertamaku pergi berkemah. Di keluargaku, aku jarang sekali diajak pergi keluar rumah. Karena rumahku besar, aku hanya bermain di dalam tamannya saja. Aku selalu bermain sendiri, terkadang aku bermain dengan pelayan di rumahku yang sudah menjadi sahabat dekatku sendiri. Namanya adalah Shigetsu Chou. Ia adalah pelayan yang bekerja di rumahku selama 5 tahun. 

Hari ini kami akan pergi berkemah di daerah pegunungan di Tohoku. Pemandangan di tempat itu sangat indah. Kami dapat melihat matahari terbenam saat menjelang malam. Kami membangun sebuah tenda besar yang dikhususkan untuk kami berlima. Ya, tidur dalam satu tenda bersama-sama.

Saat ini, aku sedang menyaksikan bulan purnama yang terpancar indah di atas langit dan aku juga duduk di pinggir danau yang ada di tempat itu. Danaunya begitu indah dan cahaya bulan memantul di atas permukaan danau tersebut. Aku tersenyum melihat keindahan alam seperti itu. Sambil memain-mainkan flap ponsel ku, sesekali aku melihat ke arah ponselku. Entah apa yang sedang aku tunggu. Dipikir-pikir, aku jadi merasa aneh. Aku terkekeh-kekeh sendirian di pinggir danau.

Tanpa aku sadari, ponselku tiba-tiba bergetar. Ada telepon masuk. Rukia meneleponku. Dalam hati aku berpikir, apa jangan-jangan dari tadi aku menantikan telepon dari Rukia? Aah... tidak mungkin. Mungkin hanya perasaanku saja.

"Moshimoshi!" Sapaku sambil tersenyum sendiri.
"Nanase! Hei, kau ke mana saja? Tidak masuk ke Gakurai hari ini?" Tanya Rukia tiba-tiba.
"Maaf, aku diajak berkemah bersama dengan penghuni-penghuni kosku yang lain." 
"Penghuni kos? Siapa saja?" Aku menghela napas.
"Hmm... ada Nishimura, Iwamamura, Sakurai, dan Ruroya. Seharusnya kau mengenal Sakurai dan Ruroya." Kataku menyebutkan nama-nama temanku ini.
"Sakurai... Ruroya... aha! Riku dan Rai?" Aku senang mendengar suara ceria Rukia lagi. Aku harap ia sedang tidak dalam suasana sedih.
"Iya, hehe... 100 poin untukmu, Rukia!" 

Untungnya atmosferku dengan Rukia masih baik-baik saja meskipun kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Aku menghela napas lagi lalu menengadah ke langit.

"Hei, Rukia..." Panggilku pada Rukia.
"Ya? Ada apa, Nanase?" Rukia dengan sabar menunggu jawaban dariku.
"Coba kau lihat ke jendela di rumahmu." 
"Baiklah, ada apa sebenarnya, Nanase?" Terdengar suara langkah dari ponsel, Rukia pasti sedang berjalan menuju balkon kamarnya.
"Apa kau lihat bulan purnamanya?" Tanyaku sambil tersenyum. Aku mengangkat tanganku berusaha unuk menangkap bulan tersebut, tapi aku tau aku tidak akan pernah mendapatkan bulan tersebut.
"Ya, aku lihat. Hari ini bulannya begitu cantik." 
"Kau tau, Rukia... hanya dari melihat bulan, kau dapat merasakan kehadiranku di sana karena bulan seperti penghubung. Jadi, kau tidak perlu merasakan kesepian lagi." Kataku sambil tersenyum.

Aku tidak menyangka akan mengatakan hal tersebut pada Rukia. Seharusnya kata-kata itulah yang akan aku katakan untuk orang yang aku cintai. Tapi, kenapa aku katakan pada Rukia? Apa mungkin aku jatuh cinta? Tidak, hal itu tidak mungkin terjadi. Rukia sudah aku anggap sebagai adikku sendiri. Aku tidak mau merusak hubungan seperti itu.

"Nanase..." Rukia tidak bisa berkata apa-apa.
"Tidak apa, Rukia. Oh ya, sudah dulu ya, Rukia. Maaf, selamat malam. Tetaplah tersenyum, Rukia. Sampai jumpa."

KLIK!

Aku memutuskan sambungan telepon. Lalu aku menghela napas panjang. Aku merasa seperti orang bodoh. Aku tidak mencintai Rukia, tapi aku mengatakan sesuatu yang harusnya aku katakan pada orang yang kucintai. Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki, saat aku menoleh, Shoko sudah berdiri di belakangku.

"Kata-kata yang indah. Aku merasa tersentuh." Aku terkejut dengan kata-kata Shoko, apa mungkin ia mendengar semua kata-kataku tadi? Wajahku pun mulai memanas.
"Umm... i-itu..."
"Kekasihku dulu, ia tidak pernah mengatakan hal seindah itu..." Shoko memotong pembicaraanku lalu ia menunduk. Saat aku hendak berbicara, Shoko memberi sebuah tanda agar aku tidak bicara.
"Ayo, kembali ke tempat perkemahan." Shoko memberikan tangannya dan aku meraih tangan Shoko.

Malam di perkemahan pun berjalan dengan biasa...



bersambung...

No comments: