Ruroya Rai
Sepulang dari Gakurai, aku langsung mengetuk pintu kamar Nanase. Tapi, tidak ada yang membukakan pintu tersebut. Hmm, mungkin saja ia belum pulang dari Gakurai. Kalau begitu lebih baik aku tunggu Nanase sampai nanti malam baru aku ke kamarnya lagi. Setelah itu aku berdiam diri di dalam kamar. Berbaring di atas tempat tidur dan akhirnya aku pun pergi ke alam mimpi.
Malam harinya aku pun terbangun dari tidurku. Aku bangun dari tempat tidur ku perlahan. Tiba-tiba saja aku teringat bahwa aku harus menemui Nanase. Cepat-cepat aku membuka pintu kamarku dan berlari ke depan kamar Nanase lalu mengetuk pintunya perlahan. Aneh. Tetap tidak ada yang membukakan pintu. Karena bingung, aku membuka pintu kamar Nanase yang tidak dikunci. Saat aku mengintip ke dalam, Nanase sama sekali tidak ada di kamarnya.
Aku mulai bingung dan aku berlari ke lantai bawah mencari Saki. Ternyata Saki sedang berada di dapur membuatkan kami makan malam seperti biasa. Takato juga ada di ruang tamu sedang menonton televisi sedangkan Shoko sedang membantu Saki. Aku menghampiri Saki.
"Saki, apa kau tau Nanase pergi ke mana? Kenapa dia belum pulang-pulang juga pada jam segini?" Tanyaku dengan nada khawatir. Saki pun membalas pertanyaanku dengan senyumannya.
"Rai, kau belum tau ya?" Tanya Saki dan pertanyaannya mulai membuatku bingung.
"Ada apa, Saki? Kenapa hanya aku yang tidak tau apa-apa?" Aku mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres di sini. Aku harap Nanase baik-baik saja.
"Tenang, Rai. Kalau kau berteriak seperti ini, Saki tidak akan bisa menjelaskan." Kata Shoko sambil menenangkanku. Aku pun menurut dan diam untuk sementara waktu. Saki menghela napas.
"Nanase, hari ini ia kembali ke rumahnya."
Nanase... Nanase kembali ke rumahnya? Kenapa? Kenapa mendadak sekali? Aku pun tetap berdiam diri di tempat menatap Saki dan Shoko. Aku sangat terkejut dengan perkataan Saki.
"Ke-kembali, ke rumahnya? A-ada apa?" Tanyaku dengan terbata-bata. Aku... aku tidak bisa menerima semua ini.
"Kami sendiri juga tidak tau, Rai. Tadi sore, Nanase datang ke sini untuk mengambil beberapa barangnya. Lalu ia bilang bahwa ia akan kembali ke rumahnya tapi ia tidak menjelaskan kenapa ia kembali ke rumahnya. Nanase juga menitipkan salam untukmu, setelah itu ia pergi bersama dengan seorang gadis." Kata Saki menjelaskan semuanya.
Tadi Saki bilang, Nanase pergi bersama dengan seorang gadis. Siapa gadis itu? Kenapa hati ini begitu risih? Nanase bodoh! Kenapa hanya menitipkan salam dan tidak berhadapan dengan diriku sendiri? Sial! Kenapa tadi aku harus tertidur?! Aargh!!
"Sudahlah, Rai. Besok saja kau tanyakan padanya. Kau satu kelas dengannya kan'? Sudahlah, tenang saja." Kata Shoko sambil merangkulku.
"Iya, Rai. Ayo sekarang kita semua makan dulu." Saki pun mengajak kami semua makan.
Ruang makan terasa sangat sepi sekali tanpa kehadiran Nanase. Biasanya Nanase yang selalu membuat ruang makan ini terasa begitu ramai. Entah bagaimana caranya. Tapi saat ini, aku merindukan Nanase.
Nanase Sakigawa
Aku menghela napas. Aku berjalan meninggalkan tempat kos yang baru saja aku tinggalkan karena aku harus kembali ke rumahku. Ibuku sakit parah. Sejujurnya, aku tidak ingin keluar dari kos tersebut. Tapi apa boleh buat, ibu sedang sakit dan aku tidak enak membiarkan ibu bersama dengan Nonoru. Sedari tadi, aku terus membawa perasaan bersalah. Aku meninggalkan tempat kosku tanpa mengucapkan selamat tinggal pada Rai, waktu aku hendak mengucapkannya Saki menghadangku. Katanya Rai sedang tidur di kamarnya. Karena itulah aku mengurungkan niatku.
Saat ini aku pergi bersama dengan Rukia. Aku memang sengaja mengajaknya untuk sekedar menemaniku. Aku tidak enak mengajak Rai untuk menemaniku karena Rai sudah menjadi milik Riku.
"Nanase, apa kau yakin tidak apa-apa?" Tanya Rukia yang berjalan di sampingku membantuku membawa barang bawaanku.
"Iya, aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa sedikit bersalah karena tidak mengucapkan selamat tinggal pada teman kosku satu lagi yaitu Rai." Kataku sambil menunduk melihat ke arah tanah.
"Hmm... bagaimana kalau nanti kau hubungin dia saja lewat telepon, aku yakin ia tidak akan marah padamu." Kata Rukia sambil tersenyum. Iya, benar juga. Baiklah saat aku tiba di rumah nanti aku akan segera menghubungi tempat kos itu.
Malam pun tiba. Sang bulan sudah berdiri mengikutiku yang sudah berada di depan gerbang rumahku sendiri. Rumah yang begitu besar yang memiliki taman yang sangat besar juga. Rukia tercengang ketika melihat rumahku. Ia menutup mulut dengan tangannya.
"Ini... rumahmu, Nanase?" Tanya Rukia ragu-ragu. Aku mengangguk pelan lalu menekan tombol yang ada di sebelah pagarku. Saat aku menekan tombol tersebut keluarlah layar putih.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Tanya orang yang ada di dalam layar putih tersebut.
"Konbanwa, ini aku Nanase Sakigawa."
"Nanase-kun?! Baiklah, silakan masuk."
Pagar pun terbuka dengan otomatis. Aku dan Rukia masuk ke dalam. Rukia hanya berputar-putar melihat daerah sekitarnya. Ia begitu tercengang melihat semua yang ada di rumahku. Saat aku tiba di ruang tengah rumahku, Chou keluar dari ruangannya. Ia berlari-lari kecil menghampiriku.
"Nanase-kun! Syukurlah kau kembali. Ayo, kita ke ruangan nyonya." Chou mengajakku menuju kamar ibuku. Aku melihat ke arah Rukia, aku tidak enak meninggalkannya sendirian jadi dengan terpaksa aku menyuruh Rukia untuk menunggu di ruang tengah sampai aku kembali. Rukia pun mengangguk sambil tersenyum.
Setibanya aku di dalam kamar ibuku, aku melihat ibu sedang duduk di tempat tidurnya sambil melihat ke arah jendela. Aku mendekat ke arah tempat tidur ibuku dan ibuku pun sadar bahwa aku datang. Chou pun segera keluar dari ruangan membiarkan aku dan ibuku berdua saja. Aku membungkukkan tubuhku memberi salam pada ibuku. Ibuku tersenyum lalu melambai-lambai agar aku mendekat.
PLAK! Tiba-tiba ibu menamparku. Aku menyentuh pipiku yang mulai memanas. Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini? Oh ya, aku tau. Ini semua karena aku lari dari rumah.
"Nanase, ke mana saja kau? Dasar bodoh." Ibuku mulai memarahiku. Aku ingin mencegah ibu agar tidak marah-marah karena ibu masih sakit tapi ibu tetap memasang wajah gaharnya.
"Maaf, ibu. Maaf karena aku pergi tanpa mengatakan satu kata pun pada ibu. Tapi, hari ini aku akan kembali ke rumah ini, jadi ibu tidak perlu khawatir." Kataku sambil membungkuk.
Ya, inilah adat keluargaku. Setiap berbicara kepada yang lebih tua, kita harus membungkukkan badan untuk memberikan kesan hormat. Tapi, jika aku ingin berbicara dengan Nonoru, kakakku aku tidak pernah melakukan hal seperti tadi. Karena aku sedikit membenci kakakku sendiri. Setelah itu, aku membantu Chou merawat ibu yang sedang sakit parah.
bersambung...
No comments:
Post a Comment