Sunday, February 7, 2010

The Story Part 16

Ruroya Rai


Matahari pagi menembus jendela kamarku membuatku membuka mata perlahan. Aku melihat ke sekeliling ruangan. Aku baru ingat hari ini Nanase tidak ada. Jadi, tidak ada yang membangunkanku untuk seger pergi ke Gakurai Academy. Tapi hari ini, Riku akan datang menjemputku.

Aku beranjak perlahan dari tempat tidurku, mengambil beberapa helai pakaian yang akan aku gunakan nanti. Lalu bersiap-siap untuk segera pergi ke Gakurai Academy.

Setibanya di Gakurai bersama dengan Riku. Aku berniat mencari Nanase dan segera bertanya kepadanya. Aku menunggu di dalam kelas dan seharian pun aku melamun terus. Riku bingung dengan perubahan diriku yang pesat lagi. Baru saja aku terlihat bersemangat tapi sekarang aku melemah lagi. Dasar bodoh.

"Rai, ada apa lagi? Kenapa kau berubah lagi? Tidak seperti yang kemarin." Tanya Riku yang mulai mengkhawatirkan ku seperti biasa. Aku menatap wajah Riku.
"Nanase... kenapa ia tidak datang-datang juga." Gumamku.
"Nanase? Iya ya, aku juga tidak melihatnya dia ke mana ya?" Riku pun celingak-celinguk ke segala penjuru.
"Nanase juga keluar dari kos tanpa mengatakan apapun padaku." Aku mulai melamun lagi dan terus melamun sampai semua kegiatan di Gakurai selesai.

Nanase... kenapa kau tega melakukan hal seperti itu padaku?

Nanase Sakigawa


Keesokan harinya aku bangun di dalam ruangan yang cukup besar. Aku baru sadar ternyata aku tidak tinggal di kos lagi melainkan aku tinggal di rumahku sendiri. Aku melihat ke sekeliling kamarku dan... Rukia?! Kenapa Rukia masih ada di sini? Oh ya! Aku lupa mengantarnya pulang kemarin malam! Astaga! Betapa bodohnya aku! Cepat-cepat aku membangunkan Rukia. Saat Rukia membuka mata, ia juga terkejut dan langsung mundur dariku.

"Nanase, kenapa aku ada di sini?" Tanya Rukia bingung. Ya, tentu saja ia bingung karena saat ini ia berada di dalam kamar laki-laki.
"Aku sendiri juga tidak tau. Tapi, maaf mungkin karena kemarin malam aku sibuk merawat ibuku kau jadi tertinggal sendirian dan aku lupa mengantarmu pulang, maafkan aku Rukia." Kataku sambil membungkuk perlahan.
"O-oh, ti-tidak apa-apa. Bagaimana jika sekarang aku pulang saja, kau masih harus merawat ibumu kan?" Tanya Rukia sambil tersenyum.
"Iya, tapi tidak apa. Aku akan mengantarmu sampai rumahmu." Tiba-tiba Rukia menggeleng.
"Tidak perlu repot-repot, Nanase. Aku bisa sendiri."

Dengan cepat aku memegang keduah pundak Rukia.
"Tidak bisa, aku harus memastikan keselamatanmu. Aku juga harus bertanggung jawab karena sudah membuatmu jadi kesusahan." Kataku sambil menunduk. Rukia pun terdiam lalu mengangguk. Dengan segera aku mengantar Rukia pulang ke rumahnya dan aku kembali lagi ke rumahku. Dalam perjalanan tiba-tiba ponselku berdering. Di layar ponselku tertera nomor yang tidak kukenal sama sekali

"Halo?" Sapaku dengan sopan.
"Nanase! Apa benar ini Nanase?" Suara laki-laki, tapi siapa? Kedengarannya ia begitu panik.
"Iya, ini Nanase. Maaf, ini siapa?" Tanyaku hati-hati.
"Rikugan Sakurai."

Rikugan Sakurai? Riku? Oh, Riku! Ternyata Riku yang menghubungiku. Ada apa ya?
"Oh, Sakurai-kun. Ada apa?"
"Nanase, kau ke mana saja? Kau tidak masuk ke kelas hari ini dan aku baru tau dari Rai kalau kau sudah keluar dari kos, tapi Rai bilang kau belum mengatakan apapun padanya, apa itu benar Nanase?" Tanya Riku dan aku jadi teringat sesuatu.

Ya, seharusnya kemarin malam aku menghubungi tempat kos untuk mengabarkan diriku pada Rai. Tapi karena semalaman aku merawat ibuku, aku jadi kelelahan dan langsung jatuh tertidur begitu aku masuk ke dalam kamarku. Ternyata Rai mengkhawatirkanku. Maafkan aku, Rai.

"Maaf, aku harus kembali ke rumahku. Tiba-tiba ada urusan mendadak yang harus diselesaikan. Baiklah, nanti aku akan segera menghubungi Rai. Umm... Sakurai-kun, tolong nomor ponselku jangan diberikan kepada siapa pun." Kataku pada Riku di seberang sana.
"Baiklah. Nanase, ingat baik-baik, sampai kau membuat Rai khawatir dan sedih seperti ini kau tidak akan aku ampuni. Ingat itu, Nanase."
"Iya, akan aku ingat baik-baik."

Sambungan terputus dan aku mendapatkan tugas yang berat lagi. Aku harus membuat Rai tidak sedih dan tidak mengkhawatirkanku. Baiklah kalau begitu aku akan segera menghubunginya.

Di malam hari yang indah, aku duduk-duduk di balkon kamarku. Aku melihat ke arah langit. Bintang bertaburan di mana-mana. Aku memainkan flap ponselku. Menunggu waktu yang tepat untuk menghubungi tempat kos itu. Lalu dengan cepat aku mengetik beberapa nomor dan menempelkan ponselku ke telingaku. Terdengar beberapa nada sambung...

"Moshimoshi!" Sapa seseorang dari seberang sana. Sepertinya itu suara Shoko.
"Shoko! Ini aku, Nanase." Kataku sambil tersenyum.
"Nanase?! Astaga, ini benar Nanase?" Tanya Shoko seperti tidak percaya.
"Iya ini aku, hei Shoko... apa Rai ada di sana?"
"Ada, tunggu sebentar, akan aku panggilkan." Shoko meletakkan teleponnya dan terdengarlah suara Shoko yang melengking memanggil nama Rai. Beberapa menit kemudian... tidak ada suara.

"NANASE SAKIGAWA!! Aku benci dirimu!!!" Rai berteriak di telepon dan hampir membuat telingaku pecah karena teriakannya. Tiba-tiba saja tawa ku meledak begitu saja. Aku tertawa terbahak-bahak saat mendengar Rai teriak-teriak.
"He-hei, Rai. Tenangkan dirimu terlebih dahulu." Kataku disela-sela tawa yang menggangguku.
"Kau, NANASE SAKIGAWA! Kau, harus seger menceritakan semuanya kepadaku!"



bersambung...

No comments: