Ruroya Rai
Sudah beberapa minggu ini aku tidak mendapatkan kabar tentang Nanase. Ke mana ya dia? Beberapa minggu ini ia tidak menelepon ke kos. Saat aku tanya Rukia di Gakurai, ia juga tidak tau ke mana Nanase pergi. Katanya Rukia, saat ia menghubungi Nanase, Nanase tidak mengatakan apa-apa tentang keberadaan dia. Aku jadi khawatir.
Saat ini aku sedang duduk sendirian di kantin Gakurai. Aku menyeruput ocha dinginku dengan tenang sambil merasakan udara sepoi-sepoi yang masuk ke dalam kantin. Hari ini terasa begitu panas, entah mengapa. Padahal musim panas saja belum tiba.
"Hei, Rai!" Sapa Riku yang tiba-tiba mengambil tempat di sampingku. Selama ini aku dan Riku sudah menjalani hubungan dengan baik.
"Riku, hehe." Kataku sambil tersenyum. Sebenarnya aku ingin bertanya pada Riku tentang keberadaan Nanase. Tapi apa Riku tau?
"Ada apa, Rai? Sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu." Aku mengangguk pelan dan menghela napas.
"Riku, apa kau tau tentang Nanase?"
"Nanase? Umm... tidak, memangnya kenapa?"
Dari cara berbicara Riku, aku tau ia berbohong. Pasti ia tau Nanase sekarang ada di mana. Aku harus memaksa Riku agar ia mau mengatakan semuanya padaku. Tidak mungkin Riku tidak tau, akhir-akhir ini Riku dan Nanase terlihat begitu dekat walaupun pada awalnya merekas seperti saingan.
"Riku, aku tau kau berbohong. Kau sebenarnya tau Nanase ada di mana kan?" Aku menoleh ke arah Riku dan Riku langsung salah tingkah. Ya, benar, Riku berbohong.
"Umm... kenapa kau berbicara seperti itu, Rai?" Tanya Riku sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Sudahlah, ayo cepat beritahu aku. Ayolah, Riku." Kataku sambil memohon pada Riku. Riku pun menyerah dan aku tersenyum penuh kemenangan.
"Baiklah. Beberapa minggu yang lalu, aku menghubungi Nanase untuk mengetahui keberadaannya. Saat itu ia bilang bahwa ia sekarang ada di Sapporo dan berniat untuk tinggal di sana dalam beberapa minggu ini."
Aku hampir saja tersedak ocha dinginku sendiri saat aku mendengar Riku mengatakan bahwa Nanase ada di Sapporo saat ini. Sedang apa Nanase di Sapporo? Kenapa ia tidak mengatakan apa-apa pada kami semua? Sapporo itu jauh dari Tokyo.
"Sapporo?! Kenapa Sapporo? Kenapa tidak ke Yokohama, Osaka, Kyoto, atau arrgh! Jauh sekali!" Kataku sambil memukul-mukul meja kantin.
"Aku sendiri juga tidak tau. Katanya Nanase, ibunya dia sakit parah dan ia harus pergi ke Sapporo karena di sana ada tempat untuk menyembuhkan ibu Nanase. Sepertinya di rumah saudaranya." Kata Riku dan aku menarik kembali kata-kataku. Oke, ternyata ibunya sakit parah. Aku baru ingat.
"Seharusnya, hari ini pengobatannya sudah selesai dan Nanase serta keluarganya yang lain bisa kembali ke Tokyo." Kata Riku lagi. Aku menoleh dan menyunggingkan senyuman di wajahku.
"Hari ini? Waah, baiklah kalau begitu."
Senangnya hari ini Nanase akan segera kembali ke Tokyo. Aku harap ia bisa sampai ke Tokyo dengan selamat dan masuk kembali ke Gakurai.
Nanase Sakigawa
Akhirnya, hari ini aku akan segera kembali ke Tokyo. Aku sudah mempersiapkan semua barang-barangku untuk pergi menuju stasiun shinkansen Sapporo. Sebelum keluar dari rumah keluarga Tatsuya, aku mengucapkan salam pada Shiori. Aku memeluknya dan berharap dapat bertemu dengannya lagi.
Selama perjalanan, aku membayangkan bagaimana aku akan disambut di Gakurai oleh Riku, Rai, dan Rukia. Aku tersenyum-senyum sendiri selama perjalanan di dalam shinkansen. Sikap ibuku pun mulai berubah, berkat kakak ibuku, Tatsuya Michi. Michi mendengarkan semua ceritaku dan Michi langsung menasehati ibuku. Aku senang sikap ibu tidak seperti dulu lagi. Setidaknya aku tidak perlu ditampar-tampar olehnya.
"Nanase..." Ibuku yang duduk di sebelahku memanggilku.
"Ada apa, bu?" Tanyaku sambil menoleh ke arah ibuku.
"Apa kau mau pindah ke tempat kosmu itu lagi?" Tiba-tiba saja mataku mulai berbinar-binar. Apa boleh aku kembali ke tempat kosku itu?
"Ibu? Ibu yakin memperbolehkan aku kembali ke tempat kos?" Tanyaku sambil tersenyum lebar dan ibu mengangguk dengan yakin.
"Ibu yakin. Awalnya ibu kira kau tidak bisa menjaga diri. Jadi, aku selalu melarangmu jika kau memutuskan sendiri tempat tinggal dan sekolahmu. Tapi ternyata ibu salah, ternyata kau sudah bisa bertanggung jawab bahkan kau bisa merawat ibu saat ini, sampai-sampai kau membawaku pada kakak ibu."
Aku tersenyum pada ibu. Senangnya bisa membantu ibuku sendiri dan aku juga senang sikap ibu sudah berubah.
Setelah beberapa hari di dalam shinkansen, akhirnya kami semua tiba di stasiun Tokyo. Ternyata Chou sudah memanggil supir kami untuk mengantarkan kami semua kembali ke rumah. Senangnya bisa kembali ke rumah lagi. Sesampainya di rumah, aku meletakkan barang-barangku di ruang tengah dan tersenyum senang.
"Aku pulang!!" Aku berteriak sekencang mungkin di ruangan tengah ini. Tiba-tiba saja terdengar hentakan kaki. Aku mendongakkan kepalaku dan melihat, ayahku sudah berdiri di sana. Dengan cepat raut wajahku pun berubah menjadi pucat pasi, aku tidak tau ayah akan pulang dalam waktu secepat ini.
Ibu hanya diam saja, Chou langsung buru-buru pergi ke dapur, dan Nonoru dengan begitu tenang pergi ke kamarnya, melewati ayah begitu saja. Aku bingung, ayah sama sekali tidak membentak Nonoru. Ayah berjalan mendekat ke arahku. Aku sudah tau apa yang akan ayah lakukan.
BUK!! Aku jatuh tersungkur dan ibuku langsung menjerit histeris. Aku menyeka mulutku dan duduk dengan lemas di lantai. Lalu ayah dengan geram menarik kerah bajuku.
"Anak bodoh! Ke mana saja kau?! Siapa yang menyuruhmu pergi dari rumah?! Hah?! Jawab!" Ayahku berteriak tepat di depan wajahku. Aku hanya tetap diam dan tidak mau bicara. Sekali lagi aku disiksa. Aku dipukuli terus oleh ayahku sendiri, sampai akhirnya aku menyerah. Aku berusaha untuk lepas dari cengkeraman ayahku.
"Ayah, lepaskan!!" Dan akhirnya aku bisa menjaga jarak dengan ayahku. Ibuku sudah sesegukkan melihat tingkah laku ayahku yang tidak tau aturan itu.
"Kenapa kau pergi, Nanase?! Siapa yang mengizinkanmu?!" Ayah mulai berteriak lagi. Aku mengepalkan tanganku.
"AKU MUAK DENGAN KELUARGA INI!" Dengan kata terakhir itu, aku langsung pergi meninggalkan ayah dan ibuku. Aku hanya marah pada ayahku dan bukan ibuku. Aku sudah bisa memaafkan ibuku, tapi ayah... maafkan aku ayah, aku belum bisa memaafkanmu.
Untuk apa seseorang dididik di dalam keluarga yang tidak baik? Ayahku pun tidak pernah mendidikku maupun Nonoru. Ia selalu saja sibuk dengan urusannya sendiri. Bahkan, saat ibu jatuh sakit, ayah tidak ada di sampingnya. Laki-laki macam apa ayah itu? Ayah tidak pernah memuji hasil kerja kerasku, ayah juga tidak menghargai semua bantuanku, yang ada hanya aku mendapatkan semua ocehannya. Aku muak dengan semua itu.Tapi, karena aku ingin menjaga ibuku untuk beberapa hari ini, aku tidak akan pergi dari rumah terlebih dahulu. Aku akan pergi dari tempat ini, sampai ibuku dapat menjaga ayahku benar-benar.
bersambung....
No comments:
Post a Comment