Thursday, February 4, 2010

The Story Part 12

Ruroya Rai


Aku terbangun tiba-tiba pada hari masih menjelang pagi. Aku melihat ke seluruh ruangan, semua masih tertidur pulas, hanya aku yang terbangun dari tidur. Aku menghela napas. Setelah melamun beberapa saat, aku memutuskan untuk keluar dari tenda.

Di luar, aku pergi menuju pinggiran danau dan duduk di atas batu yang ada di pinggiran danau tersebut. Aku melihat ke atas langit, masih bertaburan dengan bintang-bintang indah. Saat aku melihat lurus ke depan, aku melihat sebuah hutan yang indah. Tempat ini memang sangat indah. Aku mencelupkan kakiku ke dalam air dan merasakan dinginnya air tersebut. Udara dingin pun menusuk-nusuk tubuhku yang tidak ditutupi mantel sama sekali. Aku memeluk diriku sendiri, berusaha untuk membuat tubuhku hangat.

Tiba-tiba ada seseorang yang memberikan aku mantel hangat. Ia menyentuh pundakku. Tangannya yang besar, aku sudah dapat merasakannya. Tangan yang dapat melindungiku. Saat aku menoleh, ya... Riku berdiri di sampingku. Sepertinya ia menyadari saat aku terbangun tadi. Aku tersenyum ke arah Riku.

"Di sini dingin dan kau dengan cerobohnya keluar tanpa membawa mantel, dasar bodoh." Riku terkekeh-kekeh di depanku. Dengan cepat aku memukul Riku pelan. Riku dengan segera duduk di sampingku dan kami berdua menatap langit yang masih bertaburan dengan bintang-bintang. Aku mengangkat tanganku mencoba meraih semua bintang itu.

"Aku ingin bintang-bintang itu. Mereka begitu indah." Kataku sambil terus memain-mainkan tanganku sendiri.
"Ya. Tapi saat ini aku sudah memiliki bintang indah itu sendiri." Aku menoleh ke arah Riku yang masih menatap langit-langit. Riku melukiskan senyuman termanisnya. Aku tertawa pelan, lalu menutup wajahku yang aku rasa sudah mulai memerah.
"Siapa bintang indah itu, Riku?" Tanyaku sambil tersenyum ke arah Riku.
"Hei, Rai. Apa kau pura-pura bodoh?"

Aku memukul Riku pelan, lalu tertawa lepas. Tanpa berpikir panjang, aku mendekatkan diriku ke Riku dan Riku mendekapku dengan begitu lembut.
"Aku tidak pura-pura, Riku. Aku serius." Riku menggeleng-geleng lalu tersenyum lagi.
"Tentu saja bintang indah itu adalah kau, Rai."

Aku terus-menerus tersenyum sambil menatap Riku. Matanya yang berwarna biru pekat seperti menghasilkan sinar-sinar indah. Kami berdua terus berbincang-bincang sampai akhirnya kami menyaksikan matahari terbit bersama. Setelah matahari cukup tinggi, aku dan Riku kembali ke tempat perkemahan untuk berkumpul dengan yang lain.

Nanase Sakigawa


Pagi yang indah. Setiap hari aku selalu menyambut pagi dengan senyuman. Aku beranjak dari tempat tidurku dan mengambil beberapa helai pakaian dari tasku. Lalu aku pergi keluar tenda untuk mencari tempat untuk mandi. Saat aku keluar dari tenda, aku melihat Rai dan Riku sedang berduaan di dekat meja tempat kami semua makan. Aku melihat mereka sekilas lalu tersenyum. Kelihatannya mereka berdua sedang berbahagia bersama. Aku harap Riku tidak akan mengecewakan Rai.

Aku melewati mereka berdua dan pergi mandi dengan cepat. Tentu saja aku tidak mungkin menjelaskan bagaimana tempat pemandiannya terlihat. Selesai mandi, aku kembali ke tenda dan ya... Shoko serta Takato, mereka berdua belum juga bangun dari alam mimpi. Aku mengambil terompet kecil yang aku bawa di tasku dan meniupnya kencang-kencang sehingga suara yang aku buat sangat kencang. Tapi, suara tersebut dengan sukses membangunkan Shoko serta Takato dari alam mimpi. Aku tersenyum memandang mereka berdua.

"Ohayo, Shoko! Ohayo, Takato!" Dengan perasaan tidak bersalah, aku membereskan barang-barangku.
"Nanase, kau tidak tau diri! Aku sedang bermimpi indah di sini!" Takato akhirnya protes kepadaku. Aku menoleh dan tersenyum jahil. Takato melempar bantal ke arahku dan sukses mengenai wajahku. Shoko hanya tertawa melihat tingkah kami berdua.
"Hei, Takato, sudahlah! Lagi pula, apa yang kau impikan?" Tanya Shoko.
"Tentu saja, gadis-gadis cantik yang mengejarku! Aargh! Kalian ini! Sudahlah, aku mau mandi."

Takato langsung keluar dari tenda sambil membawa peralatan mandinya. Tinggalah aku dan Shoko berdua di dalam tenda. Suasana hening seketika.

"Nanase..." Aku menoleh ke arah sumber suara.
"Yang kemarin aku katakan, tidak perlu kau pikirkan. Karena aku merasa tersentuh oleh kata-katamu, aku jadi berpikiran yang aneh-aneh." Kata Shoko sambil tersenyum.
"Tidak apa-apa. Seharusnya kau tidak perlu sungkan untuk bercerita kepadaku. Aku siap mendengarkannya." Shoko terkekeh pelan, lalu ia menatapku.
"Aku hanya butuh waktu agar aku siap menceritakan semuanya."

Aku keluar dari tenda dan menyambut udara segar di pagi hari. Shoko juga keluar dari tenda dan berdiri di belakangku sambil melihat ke kanan dan kiri. Aku tau, Shoko pasti mengagumi semua keindahan ini. Ya, aku juga suka tempat ini. Aku mengambil ponselku dari kantung celanaku dan membuka flapnya. Ada 1 pesan singkat yang masuk ke dalam ponselku. Aku membukanya dan wajahku pun tiba-tiba dilukiskan oleh senyuman.

From: Rukia, Hanase
Ohayo, Nanase-kun! Aku harap kau baik-baik saja di perkemahan itu. Kapan kau akan kembali dari perkemahan itu? Di sini aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir. Sampai nanti, Nanase! Selamat bersenang-senang!


Rukia, dia benar-benar memperhatikanku. Tapi, maaf Rukia, seberapa besar perhatianmu, aku masih tidak memiliki perasaan yang spesial untuk dirimu.


bersambung...

No comments: