Ruroya Rai
Tibalah aku di tempat kos. Senang rasanya bisa kembali ke tempat kos, aku sedikit kasihan Saki ditinggal sendirian. Ketika tiba di tempat kos, aku langsung berlari memeluk Saki, karena aku merindukannya. Saki pun menyambut kami semua dengan hangat. Setelah bercerita banyak pada Saki, aku langsung pergi ke kamarku. Riku sudah pulang ke rumahnya karena ia harus mengembalikan mobilnya.
Keesokan harinya, aku terbangun dengan wajah ceria. Entah mengapa, hari ini aku merasa begitu bahagia, tidak seperti biasanya. Aku keluar dari kamarku pun masih dengan senyuman di wajahku. Sampai semua penghuni kos bingung melihat tingkah lakuku hari ini. Mungkin mereka berpikir, biasanya aku lebih sering terlihat murung dibanding tersenyum.
"Ohayo, semuanya!" Aku berteriak di ruang tamu. Ya, teriakan bahagia.
"Rai? Ada apa denganmu? Apa kau menghantam kepalamu tadi malam atau bagaimana?" Tanya Shoko bingung. Aku menggeleng dengan bahagia lalu tertawa.
"Tentu saja tidak, Shoko! Hehe... aku pergi dulu ya!"
"Hei, Rai! Kau tidak sarapan dulu?" Tanya Saki yang kebingungan juga.
"Tidak usah, Saki. Arigato. Aku harus menyelesaikan tugasku yang belum selesai di Gakurai. Sampai nanti!"
Aku melangkah keluar dari tempat kosku dan berjalan dengan santai menuju Gakurai Academy. Seperti biasa, pagi-pagi seperti ini banyak murid yang mondar-mandir dari satu ruangan ke ruangan yang lain lagi. Aku hanya perlu berjalan menuju kelas keramik dan pergi ke meja ku sendiri. Di sana sudah berdiri tugasku yang belum selesai.
Aku mengerjakan tugasku ini dengan senyuman di wajahku. Riku datang ke kelas dan melihat tingkahku yang berubah pesat hari ini. Ia menghampiriku lalu menyentuh pundakku.
"Sepertinya, hari ini ada yang berubah dalam diri Rai." Kata Riku sambil tersenyum. Aku menengadah untuk melihat wajah Riku.
"Hehe... sepertinya tidak ada yang berubah dalam diriku. Aku masih tetap Ruroya Rai yang biasanya." Kataku sambil tersenyum dan Riku hanya mengangguk lalu mengerjakan tugasnya di sebelahku.
Aku senang hari ini aku bisa lebih ceria. Hari ini juga aku dapat menikmati hari-hariku di Gakurai bersama dengan Riku. Rasanya senang bisa berubah. Semua ini berkat Nanase. Arigato, Nanase.
Nanase Sakigawa
Kembali ke kehidupan seperti semula. Pergi kuliah, istirahat, belajar, dan kembali ke kos. Itulah kehidupanku sehari-hari. Setiap hari kegiatannya hanya itu-itu saja. Tapi aku tidak keberatan melakukan semua ini. Aku lebih menyukai kehidupan seperti ini dibanding kehidupan di rumahku waktu itu.
Saat ini, aku sedang duduk sendirian di kantin sambil menyeruput ocha dingin yang baru saja aku beli. Hmm, ocha dingin ini sungguh menyegarkan tenggorokanku yang dari tadi sudah berteriak minta tolong karena mengalami kekeringan. Sambil menyeruput ocha dingin, aku terus-menerus membuka tutup flap ponselku. Aku tidak tau kenapa, tiba-tiba aku jadi senang membuka tutup flap ponselku.
"NANASE!" Aku dikejutkan oleh suara seorang gadis yang melompat ke punggungku. Saat aku menoleh, ya... suara khas itu tidak salah lagi, itu Rukia.
"He-hei, Rukia! Hati-hati, hampir saja aku tersedak ocha dinginku." Kataku sambil terbatuk-batuk.
"Hehe... maaf, Nanase. Habisnya, aku terlanjur merindukanmu. Saat aku melihat kau di kantin aku langsung berlari ke arahmu. Selamat datang kembali, Nanase!"
Senangnya, hari ini Rukia juga ceria seperti biasa. Rukia pun mengambil tempat di sebelahku dan semua orang di kantin menatap ke arah kami berdua. Mungkin mereka menganggap bahwa kami berdua sudah berpacaran. Tapi pada kenyataannya, aku hanya berteman dengan Rukia dan aku sudah menganggap Rukia sebagai adikku sendiri.
TRRT! Tiba-tiba ponselku berdering. Aku melihat ke arah layar dan langsung membelalakan mata saat melihat tulisan yang ada di layar ponselku. Chou, kenapa ia menghubungiku tiba-tiba? Apa yang terjadi? Dengan perasaan yang kacau aku menjawab panggilan tersebut.
"Ada apa, Chou?" Tanyaku dengan suara agak bergetar. Rukia sampai bingung melihat tingkah lakuku.
"Nanase-kun! Kau ada di mana? Kenapa kau pergi dari rumah?" Chou terdengar khawatir dari seberang sana. Memang saat aku keluar dari rumah diam-diam, aku tidak mengatakan apa-apa pada Chou.
"Maaf, Chou. Aku butuh waktu untuk menyendiri dan keluar dari rumah itu untuk sementara. Memangnya ada apa, Chou sampai tiba-tiba kau baru menghubungiku sekarang?" Tanyaku penasaran.
"Nanase-kun, kau harus kembali ke rumah sekarang. Kau tau, nyonya sakit parah. Sementara tuan sedang pergi keluar kota jadi ia tidak bisa merawat nyonya dan Nonoru-kun tidak bisa merawat nyonya dengan baik. Hanya kaulah harapan satu-satunya, Nanase-kun. Aku mohon, cepat kembali ke rumah." Suara Chou mulai terdengar khawatir. Aku pun merasa tidak enak pada keluargaku sendiri.
"Baiklah, setelah selesai kuliah aku akan segera ke sana." Kataku pada akhirnya.
"Nanase-kun, arigato."
Setelah itu aku meremas-remas tanganku sendiri sampai-sampai Rukia bingung dengan tingkah lakuku. Yang Rukia lakukan hanya menenangkan diriku. Mungkin aku akan mengajaknya nanti. Aku tidak menyangka keluargaku akan seperti ini. Ibu sakit parah, ayah pergi keluar kota meninggalkan ibu yang sedang sakit parah, dan kakak... ia memang tidak pernah bisa diandalkan. Dasar Nonoru bodoh! Aku harap ibu baik-baik saja.
Ibu bertahanlah. Aku berjanji aku akan segera menemuimu.
bersambung...
No comments:
Post a Comment